EKBIS.CO, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo memutuskan untuk mencabut larangan ekspor sementara minyak sawit (CPO) terhitung mulai Senin (23/5). Para petani sawit pun bergembira atas keputusan tersebut lantaran telah terdampak dengan anjloknya harga tandan buah segar (TBS) selama ekspor dilarang.
"Terima kasih kepada bapak presiden yang sudah membuka kembali larangan ekspor minyak sawit, sehingga roda ekonomi petani sawit lebih baik kembali," kata Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, kepada Republika.co.id, Kamis (19/5).
Larangan ekspor CPO sedianya mulai diterapkan sejak 28 April 2022. Beberapa hari terakhir, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) pun meminta agar larangan ekspor itu dicabut lantaran kapasitas penyimpanan CPO mulai penuh.
Situasi itu berdampak pada terhentinya aktivitas pembelian TBS sawit, terutama dari petani mandiri. Alhasil, harga TBS dari semula di kisaran Rp 3.500 per kg hingga Rp 4.000 per kg anjlok hingga ke bawah Rp 2.000 per kg.
Pada Selasa (17/5) lalu, para petani sawit juga menggelar aksi di depan Gedung Kementerian Koordinator Perekonomian sebagai bentuk protes kepada kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan petani.
Mansuetus mengatakan, SPKS memaklumi kebijakan yang telah ditempuh pemerintah. Namun, diharapkan ada konsistensi dari kementerian dan lembaga terkait untuk memperbaiki tata niaga sawit di Indonesia.
"Serta memperbaiki tata kelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)," kata Mansuetus.
Presiden Joko Widodo saat mengumumkan pencabutan larangan ekspor menyampaikan ucapan terima kasih kepada para petani sawit atas dukungan terhadap kebijakan pemerintah ini. Pihaknya berjanji akan melakukan pembenahan prosedur dan regulasi di badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit agar terus disederhanakan dan dipermudah.
Jokowi juga menegaskan, pemerintah akan tetap melakukan pengawasan dan pemantauan secara ketat guna memastikan pasokan minyak goreng tetap terpenuhi dengan harga terjangkau.
Berdasarkan pengecekan langsung di lapangan dan laporan yang diterima, pasokan minyak goreng di pasaran saat ini terus bertambah. Ia menyebut, kebutuhan nasional untuk minyak goreng curah yakni kurang lebih 194 ribu ton per bulannya.
Sedangkan pada Maret sebelum dilakukan pelarangan ekspor, pasokan minyak goreng nasional hanya mencapai 64,5 ribu ton. Namun, setelah kebijakan pelarangan ekspor diterapkan pada April, pasokan minyak goreng pun meningkat hingga mencapai 211 ribu ton per bulannya melebihi kebutuhan nasional bulanan.
Selain itu, lanjut dia, juga terdapat penurunan harga rata-rata minyak goreng secara nasional. Pada April sebelum larangan ekspor diberlakukan, harga rata-rata nasional minyak goreng curah berkisar Rp 19.800. Sedangkan setelah pelarangan ekspor, harga rata-rata nasional turun menjadi Rp 17.200 hingga Rp 17.600.
Meskipun demikian, Jokowi mengakui harga minyak goreng di beberapa daerah masih relatif tinggi. Namun, ia meyakini dalam beberapa minggu ke depan harga minyak goreng curah akan semakin terjangkau sesuai harga yang ditentukan mengingat ketersediaan pasokan juga makin melimpah.
“Penambahan pasokan dan penurunan harga tersebut merupakan usaha bersama-sama kita, baik dari pemerintah, dari BUMN, dan juga dari swasta,” ujar Jokowi.