EKBIS.CO, JAKARTA- - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berkewajiban mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk membatalkan revisi kebijakannya yang akan melabeli ‘Berpotensi Mengandung BPA’ terhadap kemasan galon berbahan polikarbonat. Hal ini dikarenakan adanya potensi persaingan usaha tidak sehat di dalamnya.
Ekonom Senior Indef Nawir Messi mengatakan kebijakan BPOM tersebut bertentangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Jika ada temuan ke arah sana nantinya, KPPU wajib meminta BPOM untuk melakukan revisi kebijakannya. KPPU wajib menyampaikan pendapatnya kepada lembaga yang bersangkutan untuk merevisi peraturan tersebut karena bertentangan dengan Undang-Undang Persaingan Usaha Tidak Sehat,” ujarnya, Jumat (20/5/2022).
Menurutnya jika KPPU nantinya bisa membuktikan BPOM merevisi kebijakan itu atas permintaan pelaku usaha tertentu. Nawir menyebut pelaku usaha itu juga bisa terkena jerat hukum. “Jadi, dalam menilai kasus wacana pelabelan BPA, KPPU juga perlu meminta pendapat para pakar bidangnya masing-masing sebagai dasar dari tindakan untuk meminta BPOM membatalkan revisi kebijakannya,” ucapnya.
Terkait rekomendasi KPPU itu sifatnya tidak mengikat, Nawir pun meminta agar KPPU nantinya bersuara media sehubungan dengan hasil temuannya. “Itu dulu yang saya lakukan waktu menjadi Ketua KPPU, saya itu main media sehingga melibatkan masyarakat banyak untuk mendesak BPOM untuk mencabut revisi kebijakan pelabelan BPA ini,” tukasnya.
Adapun langkah lainnya, kata Nawir, KPPU bisa juga mendesak DPR yang membawahi BPOM agar menghentikan regulasi pelabelan BPA pada galon PC itu dengan menyampaikan bukti-bukti temuan mereka.
Nawir menegaskan BPOM tidak bisa membuat kebijakan yang bersifat diskriminatif. Dia menyebut daripada BPOM mengurusi galon Polikarbonat yang belum terbukti membahayakan kesehatan selama lebih dari 30 tahun, lebih baik BPOM mengawasi hal yang ringan-ringan saja seperti pewarna makanan yang sudah jelas banyak yang membahayakan kesehatan.
“Tidak usahlah dulu yang berat-berat, sekarang di mana-mana orang-orang masih memakai pewarna makanan dari tekstil. Ya, itu dulu yang diawasi, yang seperti itu. Jangan malah fokus kepada yang tidak memiliki scientific based yang solid. Itu kan cuma menimbulkan tuduhan macam-macam,” ucapnya.