EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertekad untuk terus mendorong seluruh sektor manufaktur di Indonesia dalam penerapan prinsip industri hijau. Langkah strategis ini diyakini mampu mendukung terciptanya industri yang ramah lingkungan dan berdaya saing di kancah global.
Kepala Pusat Industri Hijau, Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Herman Supriadi, mengatakan Standar Industri Hijau (SIH) memiliki 2 tujuan. Pertama, untuk peningkatan utilisasi industri yang berefek kepada peningkatan daya saing. "Kedua, untuk pemenuhan komitmen bangsa ini dalam menjaga keberlangsungan bumi tempat tinggal kita," ujar dia usai meninjau fasilitas produksi Baja Lapis Aluminium Seng (BJLAS) milik PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group) di Cikarang, Bekasi.
Herman menjelaskan, industri hijau adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Pada prinsipnya, industri hijau ini mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat dengan konsep perputaran ekonomi (Circular Economy).
Untuk itu, terkait perumusan SIH yang tengah dilakukan pemerintah Herman menjelaskan, ada 2 hal penting yang harus diperhatikan. Pertama terkait manajemen. Kemudian yang kedua dari sisi teknis. Teknis ini meliputi bahan baku, energi, proses produksi, penanganan limbah, dan lain sebagainya.
Dalam proses penanganan limbah contohnya ada pilihan langkah, yaitu mendesain agar limbah ini jadi lebih sedikit atau dengan penanganan yang baik sehingga konsep circular economy terlaksana. Manajemen juga harus terkelola dengan baik dan transparan seperti manajemen energi, bahan baku dan lainnya yang terlibat dalam proses produksi.
Diupayakan agar menggunakan bahan yang ramah lingkungan sehingga nanti limbahnya hanya sedikit. Energi yang digunakan juga jadi lebih sedikit. Hal ini merupakan upaya peningkatan manajemennya. "Industri hijau itu ujungnya adalah efisiensi di sana sini,” kata Herman.
Herman mengapresiasi penerapan industri hijau yang telah dilakukan oleh produsen BJLAS dan BJLS dengan merek dagang Nexalume, Tatalume dan Nexium itu. Mulai dari penerapan mesin berteknologi tinggi yang dapat meminimalisir munculnya emisi, hingga pengolahan limbah yang berdampak pada circular economy.
“Bagusnya di PT Tata Metal Lestari ini adalah mereka sudah menyiapkan hal infrastruktur Standar Industri Hijau. Dari yang saya lihat tadi, apalagi ditambah informasi dari pengusaha lain yang produknya sama, teknologi di Tata Metal ini sudah jauh lebih baik sehingga sudah menuju kearah industri hijau," katanya.
"Kemudian satu hal lagi yang menarik adalah mereka telah menerapkan prinsip 3P, yaitu People, Profit, Planet. Prinsip ini sesuai dengan konsep industri hijau, kata dia menambahkan.
Herman mengatakan, sudah menjadi tugasnya nanti untuk menentukan apakah standar yang telah dijalankan di PT Tata Metal Lestari bisa dijadikan acuan sebagai Standar Industri Hijau Nasional Baja Lapis atau tidak. Untuk itu kedatangannya kali ini adalah untuk merumuskan Standar Industri Hijau yang bisa diterapkan secara nasional.
Karena targetnya nanti, Standar Industri Hijau akan diwajibkan tidak hanya untuk industri BJLAS dan BJLS saja, namun untuk semua industri di Tanah Air. "Standar Industri Hijau (SIH) suatu saat akan diwajibkan. Menjadi wajib karena dianggap menguntungkan buat industri dalam negeri itu sendiri,” ucapnya.
Vice President PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group), Stephanus Koeswandi sangat mengapresiasi langkah pemerintah sebagai regulator yang menaruh perhatian khusus pada perancangan dan penegakan Standar Industri Hijau untuk produk BJLAS dan BJLS yang saat ini tengah digodok. Ia mengatakan, saat ini produk BJLAS sudah banyak digunakan dengan berbagai peruntukkan, seperti atap dan baja ringan.
Karena itu, sektor industri ini juga harus sudah mulai memperhatikan dampak lingkungan yang timbul dalam proses produksinya. “Dari sisi bisnisnya, produk yang sudah menerapkan Standar Industri Hijau akan dapat meningkatkan daya saingnya. Dapat digunakan di proyek-proyek strategis nasional, untuk perumahan, bahkan pasar global," katanya.
"Dari sisi kelestarian lingkungannya, Standar Industri Hijau yang tengah digodok pemerintah ini juga sejalan dengan program menuju 2050 Zero Carbon Emissions. Untuk itu kami sangat mengapresiasi pemerintah sebagai regulator yang sudah selangkah lebih maju dalam hal ini," kata Stephanus lagi.
Ia menjelaskan, berbagai upaya telah dilakukan perusahaan yang ia pimpin untuk menyokong target 2050 Zero Carbon Emissions melalui penerapan industri hijau. Langkah mendasar yang pertama dilakukan adalah dengan merubah Key Performance Indicator (KPI) perusahaannya.
“Yang pertama kami, PT Tata Metal Lestari dan Tatalogam Group lakukan adalah merubah KPI-nya. Yang tadinya hanya berfokus kepada 1 yaitu profit, kini kita rubah menjadi 3P yaitu People, Profit, Planet. Ini artinya perusahaan tidak hanya fokus mengejar keuntungan semata, namun juga menekankan pentingnya tanggung jawab kami terhadap lingkungan sekitar termasuk orang-orang yang terlibat dalam bisnis kami,” ucap Stephanus menjelaskan.