EKBIS.CO, JENEWA -- Negosiasi di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan mengenai ketahanan pangan, perikanan dan vaksin memasuki jam-jam terakhir usai berlangsung sepanjang malam. Sejumlah sumber berharap upaya mengelak penolakan India berhasil.
Menteri dari 100 negara lebih rapat di kantor pusat WTO di Jenewa pada pekan ini. Pertemuan pertama WTO dalam empat tahun ini bertujuan menguraikan peraturan dagang baru tapi banyak yang meragukan keberhasilannya sebab digelar saat geopolitik sedang memanas.
Sebanyak 164 negara anggota harus sepakat agar peraturan dagang yang baru dapat diloloskan. Artinya satu anggota dapat menghalangi kesepakatan.
Dalam pertemuan yang digelar 12 sampai 15 Juni ini diperpanjang hingga Kamis (16/8/2022) sore oleh India. Sumber mengatakan New Delhi yang memiliki sejarah menghalangi negosiasi multilateral berpegang teguh pada tuntutan lama untuk mempertahankan subsidi pada industri perikanan, pertanian dan mendorong pemotongan ekstra.
Menteri Perdagangan India Piyush Goyal mengkonfirmasi tuntutan itu dalam pernyatannya. "India dengan tegas mewakili perspektif ini di WTO untuk melindungi setiap warga India di masa depan dan yang termarjinalkan," katanya di Twitter.
Namun sumber yang mengetahui perdebatan mengatakan negosiasi mulai bergerak cepat pada Kamis pagi dan paket kesepakatan pada berbagai topik mungkin akan disepakati. "Ini terlihat lebih baik, tapi masih terlalu dini untuk mengatakan ini akan berjalan atau mengalami kegagalan," kata seorang delegasi WTO.
Perwakilan Dagang Amerika Serikat (AS) Katherine Tai terlibat dalam negosiasi yang dikenal 'Green Room' yang berlangsung sepanjang malam. Ia mencicitkan foto matahari terbit di Danau Jenewa tanpa memberikan perkembangan terbaru mengenai perundingan.
Sumber mengatakan negosiasi kembali dilanjutkan pada pagi harinya. Salah satu hasil yang mungkin keluar dari perundingan ini adalah versi singkat dari kesepakatan yang dirancang untuk memotong subsidi perikanan yang menyebabkan penangkapan ikan berlebih.