EKBIS.CO, JAKARTA -- Lembaga riset, Supply Chain Indonesia (SCI) mengemukakan, kesalahan dalam penanganan pendistribusian sapi potong di Indonesia berdampak terhadap kerugian yang diperkirakan mencapai Rp 1,625 triliun setahun. Kesalahan itu bisa berupa ketidaktersediaan atau kekuranglengkapan peralatan dan fasilitas, serta kesalahan proses-proses selama pengangkutan.
Hal itu diungkapkan Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi berkaitan dengan video viral penurunan sapi dari kapal ke truk di salah satu pelabuhan pada peka lalu.
"Proses penurunannya yang dilakukan menggunakan crane dengan mengikat leher sapi merupakan salah satu bentuk kesalahan penanganan," kata Setijadi dalam keterangan resmi SCI diterima Republika.co.id, Senin (20/6/2022).
Ia menilai, diperlukan perbaikan proses transportasi hewan ternak untuk mengurangi kerugian berupa penyusutan bobot dan mutu ternak selama perjalanan yang diakibatkan oleh dehidrasi, luka, dan gangguan lainnya.
Adapun perkiraan kerugian hingga Rp 1,625 triliun per tahun itu berdasarkan asumsi penyusutan sekitar 10 persen bobot sapi sebanyak 1 juta ekor per tahun. Bobot rata-rata sapi sekitar 325 kg per ekor dan harga per kg bobot hidup sapi sebesar Rp 50 ribu.
Setijadi menegaskan, penanganan sapi dan hewan ternak lainnya dalam proses transportasi harus memperhatikan aspek kesejahteraan hewan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.
Perbaikan transportasi hewan ternak juga harus melibatkan sejumlah pihak. Pemilik kapal, misalnya, harus menyediakan tangga untuk penurunan ternak. Penyediaan tangga dan fasilitas penanganan ternak bisa disediakan oleh pihak pelabuhan. Dalam skala yang lebih besar, pemerintah perlu mempertimbangkan pengembangan pelabuhan khusus ternak.
Penggunaan kapal khusus ternak juga sangat penting dalam perbaikan transportasi ternak. Kondisi dan fasilitas kapal biasa yang tidak memadai untuk ternak dapat berdampak buruk. Misalnya, sapi mengalami heat stroke yang dapat berujung pada kematian akibat ditempatkan pada palka bawah yang kondisinya sangat panas.
Pemerintah juga perlu melakukan penataan dan pengembangan rantai pasok secara end-to-end untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses secara keseluruhan.
Pada sisi hulu, perlu penataan dan pengembangan prosedur dan penataan kelembagaan untuk proses konsolidasi ternak karena para peternak di Indonesia umumnya memelihara sapi potong dalam jumlah kecil.
Selain di pelabuhan, perlu disiapkan infrastruktur pendukung seperti sarana bongkar muat di berbagai simpul transportasi lainnya. Penyiapan armada truk juga harus disiapkan, baik untuk pengiriman ternak dari sentra pemasok ke pelabuhan keberangkatan, maupun dari pelabuhan tujuan ke rumah potong hewan (RPH).
Pada sisi hilir, kapasitas dan fasilitas di RPH harus memenuhi standardisasi teknis dan proses sehingga diperoleh kecepatan proses serta kualitas dan keamanan daging sapi. Selanjutnya, dilakukan perbaikan prosedur dalam pendistribusian daging dari RPH ke jaringan ritel termasuk pasar tradisional.