EKBIS.CO, JAKARTA -- Masalah geopolitik yang berkepanjangan antara Rusia-Ukraina membawa dampak pada kenaikan harga energi dan pangan. Kondisi itu telah mengerek tingkat inflasi global.
Sebagai upaya pengendalian inflasi sejumlah negara telah menaikan suku bunga acuan. Pada awal Mei 2022, Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) sebesar 50 basis poin (bps). Langkah ini belum berhenti, kenaikan suku bunga The Fed bahkan bisa lebih agresif seiring terus melesatnya angka inflasi negeri Paman Sam yang mencapai angka 8,6 persen.
Langkah The Fed itu tampaknya akan diikuti bank-bank sentral dunia, seperti halnya European Central Bank. Dalam sebuah pernyataan Presiden ECB Christine Lagarde menyampaikan, bakal mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Juli 2022. Kalau ini terjadi maka periode pelonggaran moneter Eropa yang terjadi dalam 10 tahun terakhir akan berakhir.
Sementara di dalam negeri, Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan BI 7 Days Repo R,ate pada level 3,5 persen lantaran posisi Rupiah dan infasi dinilai masih stabil. Namun, sejumlah ekonom memperkirakan, BI pun bakal segera menaikan suku bunga acuan sebab bila tidak dilakukan berpotensi mempengaruhi nilai tukar maupun aliran dana asing (capital outflow).
Sentimen kenaikan suku bunga biasanya sangat berkolerasi dengan kinerja instrumen investasi portofolio, termasuk reksa dana. "Untuk itu, para investor disarankan untuk mencermati perkembangan kenaikan suku bunga sebelum melakukan alokasi investasi," kata Head of Advisory & Investment Connoisseur Moduit, Manuel Adhy Purwanto, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Selasa (21/6/2022).
Dia mengatakan, aset investasi obligasi lebih sensitif terhadap kenaikan suku bunga. Namun, real yield (selisih imbal hasil terhadap inflasi) obligasi Indonesia saat ini masih jauh lebih menarik daripada negara maju atau berkembang lainnya, sehingga masih menarik.
Sedangkan untuk instrumen saham akan tergantung dari kinerja perusahaan dalam membukukan pertumbuhan pendapatan atau laba. Dalam kondisi suku bunga naik, investor akan cenderung lebih selektif mencari perusahaan berkualitas dengan cashflow yang baik. Reksadana Saham yang memiliki strategi investasi ke saham unggulan (blue chip) dapat menjadi pilihan investasi dalam kondisi saat ini. Koreksi di pasar saham dapat menjadi kesempatan yang tepat bagi investor reksa dana yang berorientasi untuk tujuan jangka panjang.
Sementara, khusus investor yang memiliki tujuan investasi jangka pendek dengan profil konservatif, Moduit menyarankan, untuk memberikan porsi alokasi investasi lebih besar pada reksa dana pasar uang, karena lebih stabil dan minim fluktuasi. "Apalagi, tren kenaikan suku bunga berpotensi mendatangkan return lebih tinggi pada reksa dana jenis ini," ujarnya.
Lebih lanjut Manuel mengatakan, alokasi investasi tentu akan sangat tergantung dengan tujuan dan profil risiko investor maupun calon investor. Saat ini, kata dia, platform Moduit menyediakan produk Reksa Dana dan Obligasi, serta memiliki fitur Moduit Navigator yang dapat membantu investor mendapatkan rekomendasi asset alokasi berdasarkan tujuan dan profil resiko.