Kamis 30 Jun 2022 12:57 WIB

Erick Minta Holding Pertahanan Fokus pada Bisnis Masing-Masing

Erick berharap dengan fokus pada bisnis tidak terjadi tumpang tindih antara BUMN

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta holding BUMN industri pertahanan atau Defend ID fokus pada bisnisnya masing-masing. Erick menilai hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya tumpang tindih antar BUMN.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta holding BUMN industri pertahanan atau Defend ID fokus pada bisnisnya masing-masing. Erick menilai hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya tumpang tindih antar BUMN.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta holding BUMN industri pertahanan atau Defend ID fokus pada bisnisnya masing-masing. Erick menilai hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya tumpang tindih antar BUMN.

"Holding industri pertahanan juga harus mulai menyiapkan langkah strategis. Sebagai induk holding, PT Len Industri memiliki peran besar dalam merealisasikan integrasi dengan tiga mintra TNI, baik darat, laut, maupun udara," kata Erick dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (30/6).

Menanggapi permintaan Erick, holding BUMN pertahanan tengah menggarap proyek senilai Rp 48,7 triliun. Tak hanya itu, Defend ID juga sedang menjajaki potensi proyek senilai Rp 15 triliun.

"Kontrak on-hand sekarang kita (Defend ID) sudah Rp 48,7 triliun. Tantangannya kini adalah mempercepat delivery produk dengan tepat waktu," ujar Direktur Utama Len Bobby Rasyidin.

Bobby menyampaikan Len selama ini dikenal sebagai pembuat radar ini menjadi salah satu andalan industri pertahanan Indonesia menghadapi abad teknologi. Menurut Bobby, radar ibarat mata dan telinga bagi sistem pertahanan untuk melihat dan mendeteksi keberadaan musuh.

"Sebagai ilustrasi dalam pencegatan pesawat musuh dibutuhkan identifikasi visual menggunakan pesawat pencegat atau buru sergap. Alutsista ini membutuhkan peran penuntun radar GCI yang menjadi salah satu alutsista utama dalam operasi pertahanan udara," ucap Bobby.

Bobby menambahkan pengerahan pesawat pencegat disesuaikan dengan karakteristik sasaran udara yang dicurigai. Jika target berkecepatan terbang tinggi, yang dikerahkan pun pesawat berkemampuan terbang supersonik, atau sebaliknya.

Bobby menyebut pengerahan pesawat selain untuk melihat sasaran secara visual, juga untuk melakukan penggiringan, pengusiran, atau pemaksaan mendarat, bahkan penghancuran. Saat ini, lanjut Bobby, Indonesia mempunyai salah satu alutsista pencegat pesawat musuh yang sangat diandalkan, yakni radar Ground Controlled Interception (GCI).

"Secara khusus, istilah ini digunakan untuk menggambarkan generasi baru radar yang berputar pada sumbu vertikalnya untuk memberikan tampilan 360 derajat yang lengkap dari langit di sekitar stasiun," sambung Bobby.

Dalam sistem sebelumnya, lanjut Bobby, terutama Chain Home (CH), hanya dapat diarahkan sepanjang sudut di depan antena, dan tidak dapat mengarahkan lalu lintas setelah melewati di belakang lokasi sisi pantainya. Kata Bobby, Radar GCI mulai menggantikan CH mulai 1941-1942, memungkinkan satu stasiun mengendalikan seluruh pertempuran mulai dari deteksi dini hingga mengarahkan para pejuang untuk mencegat.

Bobby mengatakan Alutsista ini merupakan bagian dari produksi konsorsium Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenhan yang melibatkan PT Len Industri (Persero), LAPI ITB, Radar Telekomunikasi Indonesia, dan Infoglobal Teknologi Semesta. Menurut Bobby, radar ini juga bagian dari program command, control, communication, computer, intelligence, surveillance, and reconnaissance (C4ISR). Radar ini dilengkapi command and control.

"Ketika beroperasi, pengontrol radar GCI dapat memberikan pengarahan dan pengawalan terhadap pesawat tempur dalam melakukan pencegatan atau intersep," ujarnya.

Dengan kemampuan tersebut, Bobby sampaikan, radar GCI mempunyai peran krusial dalam membangun network centric warfare (NCW), sebuah metode peperangan yang berbasis pada konektivitas jaringan komunikasi dan data secara real time dari markas ke unit-unit tempur dan sebaliknya.

Dalam pelaksanaannya, ucap Bobby, operator radar GCI harus bisa menghadapkan satu pesawat buru sergap untuk mengatasi paling tidak dua pesawat udara lawan, atau dua pesawat untuk minimal tiga pesawat musuh. Karena itu, operator radar GCI memiliki kemampuan yang tidak sembarangan.

"Selain harus mengantongi sertifikasi, operator radar GCI juga harus mempunyai kemampuan mengatur pesawat buru sergap dalam perang udara secara terbuka (dogfight)," kata Bobby menambahkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement