EKBIS.CO, JAKARTA -- Para raksasa telekomunikasi dunia telah berinvestasi di berbagai startup dalam menopang pertumbuhan bisnis ke depan. Hal ini dilakukan karena bisnis utama perusahaan telco mengalami pertumbuhan yang melambat, stagnan, bahkan negatif.
Stagnasi disebabkan oleh perang harga antara operator dan disrupsi yang berlangsung massif dari pelaku industri digital. Jadi, saat ini industri telekomunikasi global sedang mengalami masa sulit, dan masa depan akan semakin menantang.
Untuk menjaga pertumbuhan sekaligus menyelamatkan masa depan bisnis telekomunikasi maka salah satu caranya adalah mengembangkan ekosistem digital. “Dalam konteks ini, investasi telkomsel di GoTo adalah pilihan yang sangat tepat dan bernilai strategis,” kata Dr Dina Dellyana, Assistant Professor Entrepreneurship and Technology Management Interest Group, SBM ITB, di hadapan Panja Komisi VI DPR RI mengenai investasi BUMN ke perusahaan digital.
Dina menjelaskan investasi telkomsel di GoTo sangat tepat karena kedua belah pihak memiliki expertise dan sumber daya yang saling melengkapi hingga mempercepat pertumbuhan keduanya. “Investasi telkomsel di GoTo harus menjadi contoh bagi para BUMN lainnya untuk dapat memenangkan pasar dalam negeri dengan investasi pada startup dalam negeri. Jika Telkomsel tidak investasi di GOTO maka itu opportunity lost,” katanya.
Dina menjelaskan keberpihakan nasional terhadap bisnis startup lokal mesti didukung demi masa depan ekonomi digital. Indonesia adalah pasar digital yang sangat besar dan paling menjanjikan saat ini. Jadi, ini saat yang tepat. Jangan sampai muncul penyesalan di kemudian hari hanya karena kita ragu dan takut bertindak pada hari ini.
Anggota Panja Komisi VI dari PDIP, Evita Nursyanti, sependapat dengan Dina. Menurutnya, investasi Telkomsel di GOTO bersifat jangka panjang demi menciptakan berbagai kolaborasi dan strategi bisnis antara kedua pihak. Keputusan tersebut bukan hanya tepat, juga bernilai strategik. “Investasi ini justru harus didukung,” katanya.
Untuk menjawab pertanyaan anggota Panja terkait investasi di perusahaan rugi, Kepala MNC Securities Edwin Sebayang menganalogikan investasi Philip Morris di PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) pada 2005. “Banyak yang meragukan keputusan Philip Morris saat itu. Tapi waktu menjawab, hanya dalam kurun 5 tahun, investasi mereka sudah balik modal. Sekarang Philip Morris sudah untung besar dari keputusannya saat itu,” kata Edwin.
Selain dari capital gain dan dividen, Philip Morris juga menikmati added value dari akuisisi HMSP dalam bentuk sinergi bisnis sebagai pemain utama di industri rokok. “Jadi, dalam berinvestasi, jangan dinilai dari jangka pendek. Perlu diperhatikan juga potensi bisnis yang tercipta dan sinergi yang dicapai,” kata Edwin.