Selasa 05 Jul 2022 13:01 WIB

Pengamat: Tak Hanya Tarif, TN Komodo Juga Butuh Pembatasan Pengunjung

Pengamat pariwisata Unair menyebut kenaikan tarif demi konservasi TN Komodo

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas taman nasional menggunakan masker saat bertugas di pintu masuk kawasan wisata Pulau Kelor di Taman Nasional (TN) Komodo. Pengamat pariwisata Universitas Airlangga (Unair) Novianto Edi Suharno menanggapi wacana kenaikkan harga tiket masuk Pulau Komodo yang saat ini masih dibahas pemerintah. Anto menjelaskan, kenaikan tarif yang dimaksud memang dialokasikan sebagai biaya konservasi meliputi beberapa pulau di sekitar Pulau Komodo. Seperti Pulau Padar, Pulau Kenawa, dan pantai di sekitaran Taman Nasional Komodo.
Foto: Antara/Kornelis Kaha
Petugas taman nasional menggunakan masker saat bertugas di pintu masuk kawasan wisata Pulau Kelor di Taman Nasional (TN) Komodo. Pengamat pariwisata Universitas Airlangga (Unair) Novianto Edi Suharno menanggapi wacana kenaikkan harga tiket masuk Pulau Komodo yang saat ini masih dibahas pemerintah. Anto menjelaskan, kenaikan tarif yang dimaksud memang dialokasikan sebagai biaya konservasi meliputi beberapa pulau di sekitar Pulau Komodo. Seperti Pulau Padar, Pulau Kenawa, dan pantai di sekitaran Taman Nasional Komodo.

EKBIS.CO,  SURABAYA -- Pengamat pariwisata Universitas Airlangga (Unair) Novianto Edi Suharno menanggapi wacana kenaikkan harga tiket masuk Pulau Komodo yang saat ini masih dibahas pemerintah. Anto menjelaskan, kenaikan tarif yang dimaksud memang dialokasikan sebagai biaya konservasi meliputi beberapa pulau di sekitar Pulau Komodo. Seperti Pulau Padar, Pulau Kenawa, dan pantai di sekitaran Taman Nasional Komodo.

“Tujuannya memang untuk konservasi atau untuk perlindungan komodo. Biaya tersebut yang direncanakan naik itu sebenarnya biaya untuk 1 tahun atau 1 periode,” kata Anto, Selasa (5/7).

Anto berpendapat, wacana kenaikan tarif masuk Pulau Komodo menjadi ramai diperbincangkan lantaran diterapkan ketika pariwisata sedang bangkit dari pandemi Covid-19. Hal tersebut juga menimbulkan pertentangan di antara masyarakat sekitar Taman Nasional Komodo. Karena masyarakat merasa kebangkitan pariwisata pascapandemi Covid-19 menjadi momentum peningkatan ekonomi.

“Karena dengan kenaikan tarif ini menyebabkan orang langsung berpikir atau tidak ke sana. Padahal aktivitas wisatawan di lokasi tersebut itu juga tidak sepanjang hari paling lama juga sampai tiga jam sudah selesai,” ujarnya.

Anto menilai, untuk menjaga kelestarian Pulau Komodo, yang lebih penting adalah penetapan jumlah pengunjung atau carrying capacity. Jadi, habitat maupun kebiasaan alam Pulau Komodo tidak terganggu dengan aktivitas manusia atau wisatawan yang berkunjung. Meski, ketika wisatawan datang berkunjung ke Pulau Komodo, hanya beberapa sudut saja yang diperbolehkan untuk dikunjungi, namun perlu adanya pembatasan pengunjung agar habitat komodo tetap terjaga.

“Sebenarnya yang dikunjungi wisatawan itu satu sudut atau 1 areal kecil. Di mana kita melihat beberapa ekor Komodo yang dapat dimanfaatkan wisatawan untuk pariwisata,” ujarnya.

Anto pun berpesan mengenai strategi yang dapat dilakukan sebagai upaya menjaga konservasi komodo adalah pembatasan atau penetapan jumlah pengunjung yang berkunjung ke Taman Nasional Komodo. Pihak pengelola maupun pemerintah dapat mencontoh salah satu destinasi wisata di Malang Selatan, yakni Pulau Sempu yang menerapkan reservasi bagi pengunjung yang akan berwisata ke tempat tersebut. 

“Sehingga dalam 1 hari itu sudah tahu betul berapa wisatawan yang berkunjung. Di lain sisi lebih mewah dan lebih bijak untuk penetapan jumlah pengunjung dalam rangka menjaga habitat komodo itu sendiri,” ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement