EKBIS.CO, SINGAPURA — Kebijakan unik Singapura memikat pendanaan bank secara cepat. Bank-bank global bergegas untuk menjual obligasi di Singapura, di mana pengaturan moneter yang unik berhasil membuka jendela pinjaman yang menguntungkan.
Bank sentral Singapura mengelola kebijakan melalui mata uangnya, bukan suku bunga jangka pendek. Salah satu konsekuensinya adalah Singapore Overnight Rate Average (SORA) yang tertinggal dari kenaikan biaya pinjaman yang sebanding untuk dolar AS.
Otoritas Moneter Singapura juga ingin menjaga dolar Singapura tetap stabil, mengurangi risiko mata uang, dan selera investor yang kuat. Hampir 8,5 miliar dolar AS telah dikumpulkan di pasar utang Singapura dari 1 Januari hingga 6 Juli 2022. Angka tersebut menjadinyang terbesar untuk periode sejak 2019.
"Pasar utang di sini masih berperilaku cukup baik, suku bunga belum naik secara signifikan," kata Ahli Stratehi Investasi Senior Bank DBS Singapura Daryl Ho dikutip dari Reuters, Senin (11/7/2022).
Bank swasta telah memimpin permintaan investor yang solid. UOB mengatakan bahkan terjadi kelebihan permintaan -dengan bank swasta pembeli terbesar dan sebanyak 5,25 persen adalah harga yang kompetitif.
"Perdagangan dolar Singapura dihargai sekitar 20 hingga 25 basis poin lebih ketat daripada yang akan mereka capai di pasar dolar AS," ujar Kepala Pasar Modal Utang UOB untuk Obligasi, Carolyn Tan.
Pemberi pinjaman seperti BNP Paribas (BNPP.PA), ABN Amro (ABNd.AS). dan Barclays (BARC.L) menjual utang dalam dolar Singapura baru-baru ini. Kepala Sindikat Pendapatan Tetap Asia-Pasigik Barclays, Ken Wei mengharapkan banyak bendahara bank akan melihat pasar tersebut dengan sangat cermat.
Wakil Presiden Penelitian Kredit OCBC Bank, Andrew Wong menilai lembaga keuangan cenderung proaktif. "Untuk saat ini, pasar dolar Singapura relatif lebih murah daripada pasar lain sehingga selama dinamika ini bertahan maka kami berharap lembaga keuangan akan terus menerbitkan dolar Singapura,” ungkap Wong.