EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom CORE, Piter Abdullah mengapresiasi Bank Indonesia yang terus mempertahankan suku bunga acuan di tengah gejolak global. Tujuan atau manfaat dari dipertahankan suku bunga adalah untuk melanjutkan proses pemulihan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dengan suku bunga yang tetap rendah konsumsi dan investasi diharapkan tetap tumbuh tinggi memanfaatkan momentum mobilitas masyarakat yang berangsur normal. Meski demikian, ia menggarisbawahi risiko yang mungkin terjadi.
Dengan suku bunga yang rendah, selisih suku bunga dengan suku bunga luar negeri semakin sempit. Hal ini berpotensi memicu aliran modal keluar yang kemudian berujung pelemahan rupiah.
"Tapi BI nampaknya sudah memperhitungkan hal ini, terbukti sudah tiga bulan BI mempertahankan suku bunga rendah pasca The Fed menaikkan suku bunga, rupiah masih bisa dijaga," katanya pada Republika.co.id, Jumat (22/7/2022).
Walaupun ada pelemahan tetapi pelemahannya masih terukur. Menurutnya, ini jadi pertimbangan BI sehingga BI cukup percaya diri mampu mengelola nilai tukar walaupun suku bunga acuan tetap tidak naik.
Ia berharap perhitungan BI tidak keliru. Mempertahankan suku bunga juga dilakukan karena masih terkendalinya inflasi inti. Piter mengatakan inflasi di Indonesia tidak banyak dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga BI. Melainkan lebih ditentukan oleh faktor suplai barang dan kebijakan harga oleh pemerintah.
Sejauh ini kebijakan pemerintah mengatur impor dan mempertahankan subsidi BBM, gas dan listrik cukup mampu menjaga inflasi cukup stabil di kisaran empat persen. Walaupun terjadi kenaikan inflasi masih terkendali.
"Selama pemerintah masih mempertahankan kebijakannya saya perkirakan inflasi akan berada di kisaran 4,5 - 5,5 persen," katanya.
Namun demikian, Piter masih meyakini BI akan menaikkan suku bunga pada waktunya nanti. Jika The Fed terus menaikkan suku bunga, BI tidak mungkin terus bertahan karena risikonya akan semakin besar.
Ini terkait dengan perbedaan suku bunga acuan yang ujungnya akan membuat perbedaan yield semakin besar. Jika perbedaan semakin sempit dan risiko di Indonesia lebih tinggi maka investor asing akan pilih keluar dari Indonesia dan terjadi capital outflow.
"BI harus menaikkan suku bunga sebelum terjadi keluarnya modal asing, kalau sudah keluar deras dan membuat rupiah melemah terlalu dalam, itu namanya BI behind the curve," katanya.