EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (NFA) turut merespons persoalan perunggasan khususnya harga telur yang kerap berfluktuasi, naik dan turun setiap tahun. NFA menyatakan, akan menugaskan BUMN khususnya Bulog dan ID Food untuk menyelesaikan persoalan telur.
Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, mengatakan, ekosistem perunggasan nasional cukup rentan mengalami fluktuasi harga. NFA, kata dia, telah merumuskan rancangan dari hulu ke hilir untuk memperkuat ekosistem perunggasan di Indonesia.
Salah satu yang paling menentukan, menurut Arief, yakni dengan memberikan kepastian penyerapan hasil peternakan dengan harga yang wajar sehingga setiap siklus produksi peternak bisa untung dan mendapatkan rasa aman dalam menjalankan usaha. Dengan begitu, keberlangsungan usaha peternakan rakyat akan terjaga dan berpotensi menumbuhkan produktivitas dari tahun ke tahun.
Arief mengatakan, dalam skema tersebut penyerapan dan penyaluran hasil peternakan dilakukan oleh BUMN Pangan yaitu Bulog dan Holding BUMN Pangan ID Food melalui anak usahanya, PT Berdikari yang bergerak di sektor peternakan.
“Apabila menghadapi kondisi harga di bawah harga produksi, maka BUMN Pangan akan tetap menyerap dengan harga wajar, dalam kondisi ini pemerintah menyediakan bantuan berupa modal kerja atau pasar, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan," katanya, dalam keterangan tertulis diterima Republika.co.id, Rabu (24/8/2022).
Selain itu, ia menambahkan, sumber dana offtaker dapat berasal dari dukungan dana KUR sektor hilir dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) atau dapat bersumber dari dana pemerintah via dana revolving.
Lebih lanjut, Arief menjelaskan, aspek lain yang tidak kalah penting adalah penguatan pasar. Pendistribusian produk perunggasan dilakukan melalui sinergi dengan program stabilisasi stok dan harga, penanganan kemiskinan, stunting, serta rawan pangan.
“Penyaluran atau penjualan ditujukan ke wilayah defisit atau harga yang tinggi. Selain itu, dapat disalurkan untuk program pemenuhan pangan di wilayah yang mengalami kerawanan gizi dan kasus stunting yang tinggi," kata dia.
Soal pendistribusian, kata Arief, dapat dilakukan melalui tol laut dengan menggandeng kementerian dan lembaga terkait, serta BUMN, asosiasi, dan pelaku usaha lainnya.
Selain stabilisasi harga, tambah Arief, peran komoditas perunggasan sebagai sumber pangan untuk mengatasi kerawanan gizi sangat penting dan strategis. Mengingat, daging dan telur ayam merupakan sumber protein hewani yang terjangkau.
Selain itu, ia menegaskan, dukungan pendataan juga sangat penting dalam rangka memastikan program ini tepat sasaran. NFA menyatakan siap menyediakan data informasi harga wilayah surplus dan defisit, data offtaker telur konsumsi.
"Selain itu, kami juga menyusun rancangan volume penyerapan dari peternak, dimana penyerapan diprioritaskan kepada peternak skala mikro dan kecil, di dalamnya mengatur kriteria dan sasaran peternak serta lokasi penyerapan telur konsumsi,” ujar dia.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Abdullah Mansuri, dalam kesempatan berbeda, mengatakan, persoalan harga telur saat ini ini sudah terjadi sejak beberapa pekan terakhir. Dari harga semula Rp 27.000 per kilogram (kg) hingga saat ini sudah tembus Rp 32 ribu per kg.
"Menurut kami ini harga tertinggi dalam lima tahun terakhir Kementrian Perdagangan bekerja, kami berharap agar persoalan di lapangan seperti persoalan pangan, petelur, persoalan distribusi menjadi persoalan yang fokus harus di selesaikan bukan lari dari persoalan," kata dia.
Pihanya juga meminta kepada pemerintah untuk melakukan upaya-upaya lanjutan. Sebab, telur menjadi komoditas yang memiliki permintaan cukup besar.
"Jika tinggi harganya maka jadi masalah. Kami harapkan bisa menyelesaikan persoalan telur dalam waktu sesingkat-singkatnya," katanya.