Rabu 31 Aug 2022 16:30 WIB

Tak Seperti Harga Telur, Peternak Broiler: Harga Ayam Jatuh dan Terpuruk

Rata-rata biaya produksi ayam hidup hingga siap panen sudah berkisar Rp 20.500 per kg

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Peternak memberikan pakan pada ayam boiler (ilustrasi). Harga ayam ras kembali mengalami kejatuhan hingga jauh dibawah biaya produksi.
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Peternak memberikan pakan pada ayam boiler (ilustrasi). Harga ayam ras kembali mengalami kejatuhan hingga jauh dibawah biaya produksi.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Di tengah kenaikan harga telur ayam ras yang dirasakan oleh peternak layer, situasi yang berbeda harus dialami para peternak broiler. Pasalnya, harga ayam ras kembali mengalami kejatuhan hingga jauh dibawah biaya produksi.

Sekretaris Jenderal, Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), Mukhlis menuturkan, harga livebird atau ayam hidup dengan bobot 1,8 kg ke atas anjlok hingga Rp 15 ribu per dari sebelumnya Rp 21 ribu per kg.

Baca Juga

Adapun rata-rata biaya produksi ayam hidup hingga siap panen saat ini sudah berkisar Rp 20.500 per kg. "Kami merasa sedih, ketika harga telur melambung tinggi, tapi ayam jatuh, nyungsep, terpuruk," kata Mukhlis kepada Republika.co.id, Rabu (31/8/2022).

Mukhlis menuturkan, harga ayam saat ini termasuk yang paling rendah karena peternak broiler harus menelan kerugian hingga Rp 5 ribu per kg. Menurut Mukhlis, penurunan harga sudah mulai terjadi sejak 22 Agustus lalu imbas permintaan yang turun.

Akibat permintaan yang rendah, suplai ayam di kandang terus menumpuk. Mukhlis menuturkan, rata-rata penurunan harga per hari bahkan sempat mencapai Rp 500 per kg hingga mencapai level harga saat ini.

Tekanan yang dihadapi peternak tak sampai disitu. Mukhlis mengatakan, rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM Pertalite akan secara langsung berdampak pada kenaikan biaya produksi.

Saat ini, rata-rata harga pakan unggas broiler saat ini pun masih stabil tinggi sekitar Rp 8.750 per kg. Adapun harga bibit ayam atau day old chick (DOC) sekitar Rp 6.000 per ekor. Komponen utama itu setidaknya bakal naik jika harga BBM dinaikkan oleh pemerintah.

"Kontribusi BBM terhadap biaya produksi itu sekitar Rp 500 perkg, kalau jadi naik kontribusinyamungkin bisa sampai Rp 800 per kg, karena semua otomatis akan naik," kata dia.

Mukhlis mengatakan, pemerintah harus mencari solusi bagi perunggasan agar peternak bisa merasakan situasi yang stabil. Jika dibiarkan, keuntungan yang telah dikumpulkan peternak sejak awal tahun akan habis untuk menambal kerugian saat ini.

Ia pun mendesak Badan Pangan Nasional atau NFA untuk segera menerbitkan regulasi terkait Harga Acuan Pembelian/Penjualan (HAP) ayam ras baik di peternak dan konsumen.

Muchlis menyebut, HAP yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 21 ribu-Rp 23 ribu per kg dari sebelumnya Rp 19 ribu-Rp 21 ribu per kg. Adapun di konsumen sebesar Rp 36.750 per kg dari sebelumnya Rp 35 ribu per kg. Sementara itu, pemerintah juga menaikkan HAP DOC dari Rp 5.000-Rp 6.000 per ekor menjadi Rp 5.500-Rp 6.500 per ekor.

"Meski HAP ini belum diterbitkan secara formal tapi sudah bisa dijalankan karena situasi darurat," ujarnya.

Sementara itu, Badan Pangan Nasional (NFA) sejauh ini melakukan intervensi dengan memfasilitasi penyerapan ayam dan pendistribusian antara peternak, pelaku UMKM maupun BUMN Pangan.

Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, hanya menjelaskan, penyerapan perdana telah dilakukan oleh BUMN Pangan PT PPI sebanyak 3,39 ton. Penyerapan pertama itu dilakukan kepada koperasi peternak Wira Sakti Utama di Sukabumi pada Selasa (30/8/2022).

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement