EKBIS.CO, JAKARTA -- Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Indonesia mendesak pengalihan subsidi BBM untuk Energi Baru Terbarukan (EBT). Dalam pernyataan sikap yang disampaikan Sekretaris Jenderal Robi Juandry, DEM Indonesia menyampaikan bahwa dana besar impor untuk energi fosil, idealnya dapat digunakan untuk pembangunan di berbagai sektor yang dibutuhkan masyarakat secara luas dan kegiatan produktif. Misalnya pendidikan, kesehatan, infrastruktur, serta pengembangan EBT.
“Untuk itu, DEM Indonesia mendesak agar impelementasi menuju transisi Energi dari energi fosil ke EBT harus menjadi opsi bersama. Dana besar impor untuk energi fosil, idealnya dapat digunakan antara lain untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT),” jelas Robi dalam keterangannya hari ini.
Menurut Robi, paradigma berfikir menuju transisi energi ke energi bersih dan energi terbarukan, dapat mengurangi energi berbasis impor kepada energi berbasis domestik. Dengan demikian, Indonesia bisa mengoptimalkan EBT menjadi energi listrik yang zero emission (rendah emisi karbondioksida). “Dari sini kita bisa menghemat anggaran impor BBM sekaligus mendapatkan lingkungan dan udara yang bersih,” lanjut mahasiswa Teknik Kimia Universitas Riau tersebut.
Sejauh ini, lambatnya akselerasi EBT di Indonesia selalu dihadapkan pasa alasan biaya investasi yang mahal. Kalau memang itu yang terjadi, maka seharusnya anggaran super besar yang digunakan untuk mengimpor dan subsidi BBM, lebih baik dialihkan untuk membiayai dan mensubsidi EBT. Sehingga rakyat Indonesia bisa mendapatkan energi yang murah sekaligus bersih. “Stop sudah menggelontorkan subsidi untuk energi kotor yang harus impor,” kata dia.
Padahal, di sisi lain, kata Robi, DEM Indonesia melihat besarnya potensi energi primer Indonesia yang berbasis energi baru terbarukan (EBT). Antara lain pada panas bumi atau geothermal, cadangan yang dimiliki Indonesia mencapai 23,9 Gigawatt (GW) yang merupakan 40% cadangan geothermal dunia. “Kalau orang bilang Arab adalah surganya minyak bumi, maka Indonesia adalah surganya geothermal. Paling besar dibandingkan negara-negara lain,” kata Robi.
Namun sayang, lanjut dia, kekayaan potensi geothermal Indonesia itu sejauh ini baru termanfaatkan tidak lebih dari 20%. Belum lagi potensi EBT lainnya, seperi energi air, energi matahari, energi angin/bayu, dan potensi-potensi EBT lainnya yang berserak cukup banyak di seantero Nusantara, yang belum dimanfaatkan secara optimal. Upaya Pemerintah meningkatkan bauran energi pun hingga saat ini tidak pernah mencapai target.
Dalam kajian DEM Indonesia, jelas Robi, situasi yang timpang ini diakibatkan oleh tidak adanya political will yang jelas untuk beralih ke EBT. Ditambah lagi perilaku masyarakat yang terlalu asyik dengan energi fosil BBM yang niscaya akan habis dan tak tergantikan. “Kita terlalu asyik mengkonsumsi BBM hingga harus mengeluarkan anggaran raksasa untuk impor dan mensubsidi BBM, yang diketahui sangat tinggi emisi karbondioksida. Di sisi lain EBT yang merupakan energi bersih seolah diterlantarkan,” tegasnya.
Terkait itu pula, DEM Indonesia siap mengawal upaya pemerintah mengurangi anggaran subsidi BBM. Terutama, jika benar-benar dialihkan pada upaya membangun infrastruktur dan mensubsidi EBT. “Sedangkan meminimalisir dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM subsidi, Pemerintah dapat menggelontorkan Bantuan Sosial kepada rakyat miskin,” lanjutnya.
Selain itu, DEM Indonesia juga mendesak kepada Pemerintah dan DPR untuk sesegera mungkin merampungkan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan, sehingga pembangunan industri energi baru dan energi terbarukan di negeri ini dapat berjalan pesat, menyongsong masa depan baru Indonesia Emas.