EKBIS.CO, JAKARTA--PT Bank Mandiri (Persero) Tbk memprediksi penyaluran kredit tumbuh 11 persen pada 2022. Hal ini sejalan kolektibilitas atau kemajuan kredit khusus akun yang direstrukturisasi akibat pandemi Covid-19.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan tahun depan merupakan momen normalisasi dari kebijakan restrukturisasi kredit akibat pandemi Covid-19.
"Tahun 2023 merupakan tahun normalisasi, salah satu faktornya adalah kemungkinan besar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak akan melanjutkan proses atau kebijakan restrukturisasi kredit terdampak pandemi Covid-19," ujarnya saat webinar seperti dikutip Ahad (18/9/2022).
Menurutnya terdapat faktor lain yang akan mempengaruhi pertumbuhan kredit perseroan pada tahun depan, yakni salah satunya dampak dari perubahan lingkungan makro ekonomi global, baik disebabkan oleh berbagai keputusan makroekonomi oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed maupun bank sentral global lainnya.
Adapun kebijakan pre-emptive dari Bank Indonesia, menurut Ahmad, juga akan memengaruhi pertumbuhan kredit perseroan pada 2023.
“Oleh karenanya hal yang patut diwaspadai pada tahun depan adalah perkembangan rasio kredit macet industri perbankan dan kecukupan cadangan kerugian penurunan nilai perbankan khusus akun yang direstrukturisasi karena terdampak pandemi,” ucapnya.
Tak hanya itu, perseroan sudah menyiapkan strategi untuk merespons dampak kenaikan suku bunga Bank Indonesia menjadi 3,75 persen pada Agustus 2022.
Sementara itu Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo menambahkan perseroan harus mempertimbangkan banyak faktor penyesuaian usai kenaikan suku bunga tersebut.
“Faktor pertama yang dipertimbangkan yakni kondisi likuiditas perseroan. Ke depan kita ada tantangan berupa kenaikan suku bunga BI, yang kita sadari memengaruhi biaya dana. Kondisi likuiditas masih ample terhadap CASA ratio, sehingga masih dapat dipertahankan,” ucapnya.
Menurutnya strategi yang dijalankan perseroan yakni penguatan rasio dana murah melalui platform Mandiri Livin’ dan KOPRA. Adapun platform tersebut berhasil meningkatkan rasio CASA dari 65 persen menuju 67 persen.
“Kita proyeksi kenaikan cost of fund, dari 1,2 sampai 1,3 persen akan bertambah 10 basis poin hingga akhir tahun. Kita meyakini margin laba bersih kita jaga level 5,4 persen sampai akhir tahun atau sedikit meningkat,” ucapnya.
Sigit menyebut, kenaikan suku bunga kredit nantinya berimbas pada kemampuan nasabah pembayaran, sehingga kualitas aset terkena dampaknya. Perseroan juga mempertimbangkan dari sisi kompetisi apabila bank lain menawarkan suku bunga kredit yang lebih menarik.