EKBIS.CO, JAKARTA -- Negara anggota G20 berkomitmen menjaga koordinasi dalam implementasi kebijakan fiskal dan moneter yang saling mendukung. Termasuk dalam memandang penting stabilitas sistem keuangan dan reformasi struktural dalam menghadapi tekanan global yang kian meningkat saat ini.
Direktur Eksekutif Informasi tentang Bank Indonesia (BI), Erwin Haryono mengatakan hal itu mengemuka dalam pertemuan ketiga sekaligus pertemuan terakhir dalam rangkaian Framework Working Group (FWG) Presidensi G20 2022. Genapnya pertemuan FWG yang berjalan dengan lancar, telah menunjukkan kapabilitas kepemimpinan Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi maupun fragmentasi geopolitik.
FWG 2022 yang dipimpin oleh Indonesia dengan India dan Inggris sebagai co-chair merupakan tim kerja G20 yang fokus mendiskusikan upaya untuk mendorong pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, berimbang dan inklusif. Pada hari pertama, International Monetary Fund (IMF) dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengawali pertemuan dengan asesmen dan outlook ekonomi global.
Pertumbuhan ekonomi global akan kembali mengalami perlambatan yang lebih dalam. Perang di Ukraina telah mendorong kenaikan harga pangan, komoditas, dan energi. Tekanan pada rantai pasok masih berlanjut dan pasar tenaga kerja yang belum pulih menambah problematika perlambatan ekonomi yang diiringi peningkatan tekanan inflasi pada hampir seluruh sektor ekonomi.
Hal ini meningkatkan biaya hidup dan berdampak signifikan terutama kepada kelompok rentan. Lebih lanjut, mengemuka pentingnya kebijakan moneter untuk fokus dalam menurunkan inflasi, dan kebijakan fiskal untuk membantu kelompok rentan dalam menghadapi kondisi ekonomi yang sulit, dengan tetap memperhatikan keberlanjutan fiskal.
Negara anggota juga memandang perlunya menjaga stabilitas keuangan dan juga melanjutkan reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas dan mendorong kapasitas demi pertumbuhan. Negara G20 terus menyampaikan komitmennya untuk menjaga koordinasi dalam implementasi kebijakan fiskal dan moneter yang saling mendukung.
Negara G20 menekankan pentingnya bauran kebijakan dalam mengatasi tantangan dan kebijakan yang dikalibrasi, direncanakan dan dikomunikasikan dengan baik agar perekonomian dapat pulih lebih cepat dan kuat. Lebih lanjut, seiring dengan krisis energi yang diperkirakan akan cukup lama, banyak negara anggota juga menekankan pentingnya reformasi sektor energi melalui percepatan transisi menuju energi terbarukan.
Hari kedua pertemuan berfokus pada tingginya harga pangan dan ancaman risiko ketahanan pangan. Harga pangan tahun 2022 meningkat secara signifikan yang diperparah dengan peningkatan harga energi dan pupuk, bencana kekeringan yang terjadi di beberapa negara, dan juga tingkat hutang yang tinggi menjadi hambatan pembiayaan ketahanan pangan.
Untuk itu, Presidensi G20 Indonesia menginisiasi pertemuan antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertanian untuk mendiskusikan upaya yang dapat dilakukan G20 untuk mengatasi kerentanan pangan. Inilah saat yang tepat untuk membangun momentum mendirikan koordinasi finance-agriculture secara berkelanjutan.
Sebagian besar negara anggota G20 sepakat untuk terus mengatasi permasalahan kerawanan pangan. Yakni melalui perdagangan pangan global, peningkatan koordinasi antar negara, pemberian bantuan bagi negara miskin, serta meningkatkan keterlibatan organisasi internasional dan lembaga pembiayaan untuk berperan dalam meningkatkan produksi dan distribusi pangan.
Pada topik diskusi lainnya yaitu risiko perubahan iklim, perlu adanya kerja sama internasional yang dapat memastikan implementasi kebijakan terkait net zero policy yang merata dan juga terjangkau bagi negara-negara berkembang dan miskin. Kredibilitas kebijakan moneter dan insentif juga diyakini dapat mengurangi biaya makroekonomi dari kebijakan iklim.
Network for Greening Financial System (NGFS) memaparkan perlunya transisi yang ambisius di semua sektor ekonomi. Hal ini akan lebih ekonomis ketimbang transisi tidak teratur (disorderly) yang dilakukan secara bertahap dalam jangka panjang.
Negara anggota G20 bersepakat bahwa aktivitas transisi perlu segera dilakukan dengan memperhatikan kapasitas masing-masing negara. Sekalipun terdapat tantangan global yang menghambat.
Presidensi G20 Indonesia, salah satunya melalui penyelenggaraan FWG dalam jalur keuangan. Dianggap telah berhasil dan senantiasa mendorong negara anggota G20 dalam menjunjung semangat multilateralisme untuk mencapai pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, inklusif di masa depan.
Selanjutnya, pada periode Presidensi G20 tahun 2023 yang akan dipimpin India, terdapat agenda prioritas FWG. Agenda mencakup kerawanan pangan, implikasi makroekonomi dari perubahan iklim, dampak makro dan fiskal globalisasi keuangan di dunia pascapandemi.