EKBIS.CO, JAKARTA -- Harga ayam hidup di tingkat peternak masih jauh di bawah biaya pokok produksi. Upaya pemerintah untuk meningkatkan harga ayam dengan penyerapan ayam oleh BUMN dan swasta dinilai belum memberikan dampak signifikan.
Di Jawa, harga ayam terendah terdapat di wilayah Jawa Tengah yang menyentuh hingga Rp 15 ribu per kg. Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) wilayah Jawa Tengah, Pardjuni, mengatakan, peternak tidak dapat mengambil keuntungan karena biaya produksi ayam di Jawa Tengah sudah di kisaran Rp 19.500 per kg - Rp 20 ribu per kg.
Pardjuni mengatakan, oversuplai terus terjadi sehingga sulit untuk meningkatkan harga jual. Ia mencatat, rerata kelebihan produksi pada pertengahan September lalu sekitar 25 persen dari kebutuhan.
"Ini sudah jelas karena over suplai. Bagaimana ini mau diselesaikan tapi suplai tidak dikurangi?" kata Pardjuni kepada Republika.co.id, Ahad (2/10/2022).
Pardjuni mengatakan, saat ini bahkan banyak peternak yang menahan ternak unggasnya lantaran harga yang sangat rendah. Pekan lalu, ia mencatat harga sempat anjlok hingga kisaran Rp 12 ribu per kg-Rp 13 ribu per kg.
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (NFA) telah memfasilitasi penyerapan ayam peternak mandiri oleh 10 perusahaan unggas swasta dan BUMN untuk dijadikan menjadi ayam karkas. Tercatat hingga akhir pekan lalu total penyerapan sudah mencapai sekitar 190 ton.
Namun, Pardjuni mengatakan, upaya penyerapan itu tidak memberikan dampak berarti bagi perbaikan harga. Lagipula, kapasitas perusahaan terbatas karena memiliki kewajiban untuk menyerap produksi ayam dari peternak yang menjadi mitra perusahaan masing-masing.
"Kadang-kadang pemerintah tidak paham bisnis integrator, dia kan bisnis bukan badan sosial yang rela menyerap setiap ada kelebihan produksi," kata dia.
Menurutnya, langkah pemangkasan bibit ayam yang pernah dilakukan oleh perusahaan unggas terintegrasi atas kebijakan pemerintah tidak diperlukan. Pasalnya, itu juga akan berdampak pada tingginya harga day old chick (DOC) bibit ayam yang diterima peternak.
Sebaliknya upaya yang perlu dilakukan ke depan mengurangi produksi populasi induk di perusahaan unggas."Percuma kita pangkas bibit ayam kalau induknya tidak dikurangi. Kami sudah sering mengingatkan pemerintah sejak bulan Juni. Ini sederhana tapi tidak pernah dilakukan," ujarnya menambahkan.
Pardjuni mengatakan, tingkat permintaan ayam pada periode September-Desember biasanya tidak tinggi. Karena itu, seyogyanya perusahaan unggas melakukan penyesuaian populasi ternak agar keseimbangan harga bisa dijaga.
Hanya saja, ia menyebut, perusahaan tidak pernah membuka data. Sementara pemerintah tidak memiliki ketegasan terhadap industri perunggasan.
"Jadinya ya seperti ini, kuat-kuatan. Perusahaan besar yang akan menguasai (pasar)," katanya.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Nasrullah, mengatakan, pihaknya belum melakukan pertemuan dengan pelaku usaha terkait persoalan surplus ayam saat ini.
Ia hanya mengatakan, tugas Kementan meningkatkan produksi agar produksi dalam negeri tercukupi. "Perkiraan produksi (tahun ini) 3,8 juta ton, perkiraan kebutuhan 3,2 juta ton," ujarnya.