EKBIS.CO, JAKARTA-- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk optimistis pertumbuhan ekonomi tumbuh stabil pada 2023. Berdasarkan hasil riset tim ekonom Bank Mandiri, indikator awal (leading indicators) ekonomi domestik sepanjang kuartal III 2022, seperti retail sales index, purchasing manager index, serta Mandiri Spending Index (MSI) masih menunjukkan kinerja positif.
Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri Panji Irawan mengatakan kinerja ekonomi pada 2023 akan baik meski berada di tengah tingginya volatilitas pasar dan ancaman risiko krisis global yang semakin besar.
"Optimisme tersebut seiring dengan berbagai inisiatif dan modal infrastruktur yang kami miliki. Pada 2022 kinerja Bank Mandiri juga akan terus membaik. Dengan kondisi tersebut, kami masih meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2022 akan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kuartal sebelumnya,” ujarnya saat webinar Media Gathering and Presentasi Macroeconomic Outlook, Selasa (4/10/2022).
Menurutnya optimisme tersebut juga terlihat pemulihan ekonomi pada kuartal II 2022 yang relatif merata usai pelonggaran mobilitas dan turunnya kasus Covid-19. Adapun ekonomi Indonesia kuartal II 2022 mampu tumbuh 5,44 persen secara year on year (yoy).
Adapun pencapaian itu jauh lebih baik dari perkiraan pasar yang saat itu hanya mematok pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2 persen (yoy). Pertumbuhan positif tersebut, tentunya tidak terlepas dari penanganan pemerintah dalam mengendalikan pandemi Covid-19 dan akselerasi vaksinasi yang mampu melonggarkan mobilitas masyarakat.
“Jika tanpa pelonggaran mobilitas seperti kondisi pre-pandemi, sangat sulit kinerja perekonomian sepanjang semester I 2022 dapat kita capai,” ucapnya.
Dari sisi lain, Panji mengungkapkan kinerja perekonomian sepanjang semester I 2022 banyak ditopang oleh pulihnya tingkat konsumsi masyarakat dan diikuti kinerja ekspor yang cemerlang. Bank Mandiri mencatat, selama periode Januari hingga Agustus 2022, neraca perdagangan mencatat surplus sebesar 34,9 miliar dolar AS atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama 2021 sebesar 20,7 miliar dolar AS.
Dia melihat, memasuki kuartal III 2022 tantangan yang dihadapi semakin besar mulai dari gejolak ekonomi dan geopolitik dunia yang berdampak pada ekspektasi stagflasi kepada negara-negara maju. Adapun kondisi tersebut membuat beberapa negara maju seperti Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan kontraktif dengan mendorong penguatan dolar AS terhadap nilai tukar negara lain.
“Namun yang menarik, pelemahan nilai tukar terdalam justru dihadapi oleh currency negara-negara maju dibandingkan negara berkembang, termasuk Indonesia,” ungkapnya.