EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, di tengah fluktuasi kondisi perekonomian dan gejolak geopolitik global saat ini, kondisi perekonomian nasional masih mampu memperlihatkan tren penguatan pada berbagai leading indicator. Meski masih dibayangi dampak lanjutan dari second round effect akibat dorongan kenaikan harga komoditas di tengah upaya pemulihan ekonomi saat ini, keberlanjutan capaian penguatan fundamental ekonomi terus ditopang dengan usaha lebih pemerintah untuk mengelola stabilitas harga dan menjaga daya beli masyarakat.
Dalam acara BNI Investor Daily Summit 2022 dengan tema Optimism in Uncertainty yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo, Selasa (11/10/2022), Airlangga menjelaskan, penguatan ekonomi nasional tersebut terlihat dari adanya peningkatan beberapa indikator pada kuartal II 2022. Itu seperti indikator utama sektor riil yang kian solid dengan adanya pertumbuhan positif dari penjualan ritel dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), serta indikator sektor eksternal yang relatif terkendali dengan adanya surplus neraca perdagangan, tingginya cadangan devisa, dan rasio utang yang berada pada level aman.
“Meski berbagai tantangan silih berganti, patut disyukuri ekonomi Indonesia mampu tumbuh 5 persen selama tiga triwulan berturut-turut, termasuk pada kuartal II 2022. Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu mencapai target 5,2 persen pada 2022, dan pada 2023 pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan 5,3 persen. Pertumbuhan ini akan sangat bergantung kepada pengendalian pandemi, respon kebijakan ekonomi yang tepat, dan reformasi struktural,” tuturnya.
Ia pun menuturkan, peningkatan juga terjadi pada sektor penanaman modal kuartal 2022 dengan realisasi mencapai Rp 302,2 triliun dan mampu menciptakan lapangan kerja bagi sekitar 320.534 tenaga kerja. Adapun capaian investasi tersebut berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 163,2 triliun dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 138 triliun.
“Tingkat resiliensi Indonesia cukup tinggi dan relatif lebih kuat. Kami pun masih mencermati capital flow dari sisi ekuitas masih pada posisi net inflow karena kepercayaan pasar terhadap fundamental ekonomi Indonesia. Namun saat ini, Indonesia masih harus mewaspadai risiko kenaikan inflasi,” jelas dia.
Terkait inflasi, Airlangga menyebutkan, inflasi pada September 2022 yang terjadi akibat kenaikan sejumlah harga barang telah mampu diatasi dengan adanya penurunan harga komoditas hortikultura yang turut menjadi shock absorber bagi penanganan inflasi pada sektor pangan. Adapun beragam capaian positif ekonomi tersebut menjadi wujud konkret dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang telah dilakukan Pemerintah dengan mengalokasikan Rp 455,6 triliun pada 2022 guna penanganan kesehatan, perlindungan sosial, serta penguatan pemulihan ekonomi.
“Program ini akan kembali ke tujuan awalnya di 2023 dengan ditargetkan defisit APBN kurang dari 3 persen. Anggaran Program PEN akan dimasukkan ke Kementerian/Lembaga masing-masing sesuai kebutuhannya,” tuturnya.
Guna menjaga momentum peningkatan ekonomi yang berkelanjutan tersebut, pemerintah akan terus berkomitmen melakukan berbagai upaya melalui strategi transisi aktivitas ekonomi dari pandemi ke endemik, implementasi UU Cipta Kerja guna mendorong terbentuknya OSS RBA, Indonesia Investment Authority (INA), bank tanah sebagai infrastruktur nasional, percepatan digitalisasi, pemberantasan kemiskinan ekstrem, hingga hilirisasi industri berbasis ekonomi hijau.
“Saya mengajak kita bersama-sama menjaga dan mengakselerasi momentum pertumbuhan dengan mendorong investasi, dan terus mendukung kebijakan Pemerintah sehingga mampu mewujudkan pemulihan ekonomi nasional untuk tumbuh lebih cepat,” ujar Airlangga.