EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah mencatat dana asing yang keluar dari pasar surat berharga negara (SBN) Indonesia sebesar Rp 172,80 triliun per 18 Oktober 2022. Adapun porsi kepemilikan asing menurun sejak akhir 2019 sampai 18 Oktober 2022 hanya 14,09 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tingginya volatilitas memengaruhi bonds outflow dan kinerja imbal hasil atau yield di negara berkembang atau emerging market (EM). Tak hanya itu, terdapat negative outflow sampai minus 14 persen pada pasar obligasi negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Kita tentu juga melihat di Indonesia capital flow yang juga berasal dari bondholder mengalami negative growth atau terjadi capital outflow, meskipun kita masih melihat inflow terutama pada ekuitas yaitu harga pada pasar saham kita," ujarnya saat konferensi pers APBN KiTA, Jumat (21/10/2022).
Sri Mulyani menyebut keluarnya dana asing dari pasar obligasi Indonesia pada September dan Oktober sebesar masing-masing Rp 29,25 triliun dan Rp 11,72 triliun. “Namun portofolio investor global masih overweight terhadap obligasi Indonesia," ucapnya.
Perbankan dan Bank Indonesia tercatat masih mendominasi kepemilikan SBN. "Kita dalam posisi yang relatif stabil atau masih bisa mengurangi dampak terhadap gejolak yield akibat adanya capital outflow dan tekanan yang berasal dari global ini," ucapnya.
Dari sisi lain, pemerintah mencatat realisasi pembiayaan melalui penerbitan utang baru sebesar Rp 478,9 triliun per September 2022. Adapun posisi realisasi penerbitan utang mengalami penurunan sebesar 26 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
“Sampai dengan September 2022 realisasi pembiayaan Rp 478,9 triliun, ini menurun tajam 26 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 647,5 triliun,” katanya.
Sri Mulyani menjelaskan, penurunan ini didorong oleh penurunan pada penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar 29,4 persen menjadi Rp 470,9 triliun, dibandingkan dengan September 2021 sebesar Rp 666,7 triliun. Hal ini dikarenakan penerimaan pajak yang mengalami peningkatan tinggi, terutama dipicu oleh harga komoditas unggulan Indonesia yang meningkat tinggi di pasar global.
“Penurunan realisasi pembiayaan APBN merupakan posisi dan strategi yang tepat mengingat ketidakpastian dan gejolak yang saat ini tinggi perekonomian global,” ucapnya.
Menurutnya saat ii dinamika ekonomi global, suku bunga acuan cenderung naik, serta dolar Amerika Serikat menguat dan memberikan tekanan ke negara berkembang, akan menimbulkan volatilitas di pasar keuangan, termasuk pasar SBN.
“Cost of fund menjadi naik, jadi kalau kita responnya dengan menurunkan penerbitan surat berharga, berarti kita menghindarkan risiko gejolak global yang sangat tinggi,” ucapnya.
Per 18 Oktober 2022, Bank Indonesia telah melakukan pembelian SBN di pasar perdana berdasarkan skema SKB I sebesar Rp 41,55 triliun. Hal ini sejalan dengan realisasi pembelian SBN oleh Bank Indonesia berdasarkan skema SKB III sebesar Rp 95,42 triliun, sehingga masih tersisa Rp 128,6 triliun.