EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk berupaya memfokuskan penyaluran kredit segmen yang memiliki return secara atraktif. Hal ini mengingat tantangan ekonomi global serta adanya potensi resesi.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan perseroan fokus penyaluran kredit korporasi sektor unggulan dan value chain-nya, pinjaman payroll segmen konsumer, serta kredit usaha rakyat segmen kecil.
“Kami percaya ini adalah strategi yang tepat di tengah turbulensi ekonomi global, untuk memberikan hasil yang optimal dan sustainable bagi para pemegang saham kami,” ujarnya saat konferensi pers, Senin (24/10/2022).
Royke menyebut adanya strategi yang konservatif ini, pendapatan bunga bersih diperkirakan berada level yang moderat, tetapi akan dikompensasikan dengan cost of credit yang rendah dan fee income yang optimal dari transaksi nasabah. Adapun pertumbuhan bisnis perseroan disesuaikan dengan kondisi yang ada.
“Kami juga mulai menjaga likuiditas yang coba kita cerminkan dengan target loan deposit ratio di bawah 90 persen dan pertumbuhan kredit kita coba jaga sekonservatif mungkin. Kami yakin likuiditas kredit dan permodalan masih cukup aman BNI di dalam situasi krisis global seperti sekarang ini,” ucapnya.
Royke memastikan perseroan tetap menyalurkan kredit secara prudent dan konservatif. Dia optimistis perseroan dapat mengendalikan non performing loan.
“Jadi secara likuiditas, memang tahun depan pasti akan cukup tight. Kami sudah antisipatif untuk menjaga likuiditas yang cukup dengan pertumbuhan kredit yang sehat dengan permodalan yang saat ini kami rasa cukup baik kita hadapi ancaman resesi yang ada global,” ucapnya.
Royke mengakui prospek ekonomi domestik berpotensi tidak lagi se-impresif semester pertama. Meski demikian, perseroan masih melihat indikator makro ekonomi di Indonesia akan cukup sehat dibandingkan negara lain.
Inflasi hingga September berada level enam persen dan dirasa masih cukup wajar ukuran negara berkembang. Dia menyebut tahun depan inflasi diperkirakan membaik di bawah empat persen.
Meskipun tren perlambatan ekonomi global cukup mengkhawatirkan, Royke meyakin perekonomian Indonesia masih relatif stabil dengan didukung bauran kebijakan fiskal dan moneter yang efektif untuk menjaga stabilitas. Adapun indikator kestabilan eksternal ekonomi Indonesia juga terus membaik, terutama dari cadangan devisa yang kuat, serta tingkat eksposur utang luar negeri yang rendah.
“Tentu kita perlu mewaspadai potensi meningkatnya risiko yang akan dihadapi oleh perekonomian dan perbankan Indonesia ke depan. Maka itu, perseroan mengambil langkah proaktif untuk menjaga profitabilitas dapat sustain dalam jangka panjang,” ucapnya.
Sementara itu Wakil Direktur Utama BNI, Adi Sulistyowati menambahkan kondisi eksternal tergolong menantang dipicu oleh eskalasi tensi geopolitik, sehingga menciptakan sejumlah risiko baru di tengah efek Pandemi Covid-19 mulai mereda.
Ketegangan geopolitik telah mengganggu rantai pasok sehingga menyebabkan lonjakan harga komoditas energi dan pangan global. Hal ini pun berdampak pada meningkatnya laju inflasi yang kemudian diikuti pengetatan kebijakan moneter berbagai negara.
“Tren ini berpotensi menyebabkan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Tentunya kami akan terus berupaya untuk menjaga kinerja perseroan agar tetap sustain sehingga dapat membantu pemerintah melanjutkan tren pemulihan ekonomi serta tetap memberikan imbal hasil investasi kepada pemegang saham,” katanya.