EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengelolaan negara pada 11 komoditas pangan perlu diikuti kemampuan untuk mengatasi persoalan efisiensi produksi, yang menjadi salah satu penyebab tingginya harga pangan domestik.
Adapun kesebelas komoditas tersebut adalah beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia, gula konsumsi, minyak goreng dan ikan.“Proses produksi yang efisien merupakan salah satu kunci pangan yang terjangkau dan berkualitas,” kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi, Kamis (3/11/2022).
Ia menuturkan, terdapat berbagai persoalan yang masih ada pada produksi pangan di Tanah Air, seperti tingginya ongkos produksi, minimnya adopsi teknologi pertanian dan minimnya akses petani terhadap input pertanian berkualitas.
Petani masih menemui beberapa kesulitan mulai dari benih, pupuk, akses permodalan dan keterbatasan lahan yang berimbas pada proses produksi yang tidak efisien. Belum lagi, ongkos logistik di Indonesia masih tinggi.
Untuk itu, Azizah melanjutkan, pengelolaan komoditas pangan yang akan dilakukan Badan Pangan Nasional perlu memperhatikan dinamika persoalan pangan domestik dan internasional.
Di level domestik, persoalan rantai pasok pangan dari hulu hingga hilir yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi produksi, menciptakan sistem logistik yang terintegrasi antar satu daerah dengan daerah lainnya, adopsi teknologi pasca panen dan pengolahan limbah pangan perlu diatasi dengan kebijakan yang tepat sasaran.
Ia menambahkan, membuka investasi di bidang lemari penyimpanan berpendingin untuk mengurangi tingkat kehilangan pangan dan limbah pangan dalam proses distribusi juga dapat dilakukan.
Di tingkat internasional, Azizah mengatakan, kerentanan sistem pangan Indonesia akibat konflik global sangat besar. Ketahanan pangan Indonesia juga terancam akibat adanya berbagai kebijakan proteksionis dari negara lain.
Seperti misalnya India yang pernah menghentikan ekspor gula. Indonesia sendiri sempat melarang ekspor crude palm oil (CPO) karena memprioritaskan kebutuhan dalam negeri.
“Impor pangan dilakukan kebanyakan dari negara dengan tingkat efisiensi produksi tinggi, maka konsumen akan diuntungkan dengan harga pangan yang terjangkau dan produk berkualitas lebih baik. Sekali lagi persoalan efisiensi produksi perlu diatasi,” tandasnya.
Ia pun menambahkan, masalah sistem pangan di Indonesia kompleks dan tidak serta merta dapat diselesaikan hanya dengan pembatasan impor. Kebijakan pembatasan impor dapat menaikkan harga pangan di tingkat konsumen dan ini berdampak negatif pada ketahanan pangan Indonesia.
Untuk menjawab tantangan ini, perlu keberpihakan yang efektif dari pemerintah, dalam hal ini Badan Pangan Nasional kepada produsen, serta meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan swasta.
Alih-alih melarang impor, pemerintah perlu mempermudah akses petani kepada faktor produksi, seperti benih yang berkualitas. Pemerintah juga dapat memberdayakan riset dan pengembangan bibit varietas unggul, serta membuka peluang keterlibatan swasta dalam proses modernisasi pertanian.