EKBIS.CO, JAKARTA -- Jet tempur KF-21 Boramae yang dikembangkan Indonesia dan Korea Selatan telah berhasil terbang. Hal itu terlihat saat uji coba di Pangkalan Udara Sacheon, Korea Selatan, pada September 2022 lalu.
Kedua negara pun senang dengan hasil uji coba tersebut, karena berarti KF-21 Boramae bisa berlanjut ke tahapan selanjutnya, sampai akhirnya bisa benar-benar diproduksi. Proyek pesawat tempur itu dinilai istimewa, karena terdapat pertukaran pengetahuan dan teknologi antarkedua negara.
"Kita sudah bisa membuat pesawat ringan. Kemampuan itu perlu ditingkatkan," kata pengamat militer dan pertahanan dari Forum Komunikasi Industri Pertahanan (Forkominhan) Marsekal Madya TNI (Purn) Eris Herryanto kepada jurnalis peserta program Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) beberapa waktu lalu. Ia menjelaskan, KF-21 Boramae merupakan proyek Indonesia dengan Korea yang panjang.
Berawal dari nota kedua negara yang menyatakan minatnya mengembangkan pesawat tempur pada 2009. Dua tahun berikutnya, Kementerian Pertahanan RI dan Badan Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Kementerian Pertahanan Nasional Republik Korea menandatangani nota kesepahaman pengembangan jet tempur KFX/IFX.
Proyek KFX/IFX didanai kedua negara dengan sistem pembagian atau cost sharing. Indonesia mendanai 20 persen dari total nilai proyek.
Sebenarnya, Indonesia dan Korea Selatan Selatan sudah beberapa kali mengadakan kerja sama pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista). Hanya saja kerja sama kali ini berbeda, apalagi pengembangan jet tempur nantinya juga untuk memenuhi kebutuhan alutsista di dalam negeri.
Eris menuturkan, kerja sama itu merupakan waktu bagi Indonesia dalam mempelajari teknologi pesawat tempur. Dijelaskan, selama ini Indonesia selalu membeli pesawat tempur dari luar negeri sehingga platform yang dimiliki pesawat selalu sesuai pabrikan negara pembuat.
"Jika bisa mengembangkan jet tempur sendiri, Indonesia bisa membuat platform yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi geografis," tegasnya. Ia menambahkan, membeli pesawat dari luar pun memiliki risiko, salah satunya jika negara tersebut memberlakukan embargo karena suatu keadaan, Indonesia bisa terdampak.
Direktur Umum Senior Program KFX di DAPA Brigjen (Purn) Jung Kwang-sun mengatakan, lewat kerja sama ini, Indonesia bisa mendapat pengetahuan tentang pengembangan jet tempur dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan Korea Selatan yang perlu waktu lebih lama mempelajarinya. "Indonesia akan punya daya saing kelas dunia dalam dunia dirgantara," jelasnya pada kesempatan serupa.
Indonesia dan Korea akan memproduksi 168 unit jet tempur lewat kerja sama tersebut. Sesuai pembagian pembiayaan, Indonesia nantinya mendapatkan 48 unit, sementara Korea Selatan 120 unit.
Jung menambahkan, bakal ada potensi ekspor bersama KF-21 Boramae pula. Tentumya ketika pesawat sudah diproduksi. "Kami yakin Indonesia dan Korea Selatan bisa menembus pasar. Alasannya, ada kebutuhan mengganti jet tempur generasi 4 di sejumlah negara,"