EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) bakal lebih fokus untuk melatih petani agar dapat usaha tani yang digeluti dapat berkembang. Kementan menilai ke depan, pertanian harus menjadi ladang usaha yang menguntungkan, bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri.
"Pertanian tidak bisa hanya ditujukan memenuhi kebutuhan hidup sendiri, tapi ditujukan untuk mencari uang sebanyak-banyaknya. Peruntungan sebanyak-banyaknya dan beratni menjadi suatu bisnis," kata Kepala BPPSDMP Kementan, Dedi Nursyamsi dalam Pelatihan Sejuta Petani dan Penyuluh, Senin (14/11/2022).
Dedi menuturkan, sektor pertanian nasional harus menjadi agribisnis, dijalankan berbasis bisnis dan dikelola dengan profesional. Karena itu, pemerintah terus mempermudah akses pembiayaan bagi para petani dengan fasilitasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bisa digunakan petani.
Lebih jauh, ia menekankan, tak hanya cukup pada strategi mendapatkan modal namun yang lebih penting menggunakan dan mengelola modal tersebut untuk menggenjot produktivitas dan nilai hasil dari penjualan produk pertanian.
"Tentu itu harus bisa hasilkan duit yang banyak bahkan mampu melipatgandakan modal dan mendapat keuntungan maksimal. Kemudian dilanutkan bagaimana petani mampu mengakses pasar dengan baik," kata dia.
Oleh karena itu, Dedi mengatakan, Kementan mulai mendorong para petani di Indonesia untuk dapat mengolah hasil taninya menjadi produk setengah jadi agar mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi. Kementan menilai, petani milenial saat ini dianggap mampu untuk bisa menghasilkan produk pangan yang lebih bernilai.
"Jangan jauh-jauh, kita lihat gabah. Petani kalau menjuala gabah paling Rp 4.000 per kg, harganya rendah. Apalagi kalau panen raya, supply melebihi demand harga akan turun," kata Dedi.
Dedi mengatakan, petani yang terbiasa menjual gabah secara mentah bisa mengeringkan hasil panennya terlebih dahulu. Jika perlu, diolah menjadi beras dengan memanfaatkan fasilitas rice milling unit (RMU) yang jika tersedia di daerah masing-masing.
Ia menyampaikan tren harga beras untuk jenis medium saja sudah mencapai Rp 9.000 per sehingga lebih dari dua kali lipat ketimbang menjual gabah kering panen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) pada Oktober 2022 sebesar 107,27. Besaran NTP tersebut naik 0,42 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang angkanya 106,82.
"Peningkatan NTP terjadi karena harga yang diterima petani naik 0,29 persen dibandingkan harga yang dibayarkan petani yang mengalami penurunan 0,13 persen," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto, awal bulan ini.
Setianto memaparkan indeks harga yang diterima petani meningkat 0,29 persen dengan penyumbang utamanya adalah komoditas kelapa sawit, gabah, kopi, dan gambir.
Adapun indeks harga yang dibayarkan petani mengalami penurunan 0,13 persen, dengan penyumbang utamanya adalah cabai merah, telur ayam ras, dan cabai rawit.