EKBIS.CO, JAKARTA -- Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (Sesmenkop) Arif Rahman Hakim menegaskan, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) membuka dan siap menyerap aspirasi publik dari seluruh elemen masyarakat dan gerakan koperasi demi terwujudnya regulasi atau produk perundang-undangan koperasi yang ideal dan semakin baik. Termasuk model bisnis dan sistem pengawasan agar koperasi semakin maju dan dipercaya masyarakat.
Hal itu disampaikan Arif saat menerima aspirasi sejumlah pengunjuk rasa yang menuntut adanya pengaturan koperasi pada Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) di Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) beberapa waktu lalu. Ia menjelaskan, Kemenkop menampung dan menyetujui kelima tuntutan yang disampaikan oleh pengunjuk rasa.
Adapun tuntutan tersebut yakni pertama, terkait pengaturan perihal tata kelola usaha sektor keuangan koperasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diatur di dalam RUU PPSK agar dicabut dan ditiadakan. “Terkait tuntutan pertama, hal tersebut sudah sejalan dengan hasil pembahasan bersama Komisi XI agar pengaturan terkait Koperasi Simpan Pinjam (KSP) akan diarahkan ke RUU Perkoperasian,” jelas Arif dalam keterangan resmi, Jumat (9/12).
Tuntutan selanjutnya terkait pengaturan tata kelola usaha sektor keuangan yang dilakukan oleh koperasi dikembalikan kepada Undang-Undang Perkoperasian. Kemudian terkait pengaturan semua lembaga jasa keuangan termasuk lembaga keuangan mikro yang dapat berbadan hukum koperasi atau boleh dimiliki badan hukum koperasi pada RUU PPSK juga dimintakan untuk dicabut dan ditiadakan.
“Tuntutan kedua dan ketiga tersebut juga telah diakomodir. Khususnya pada tuntutan ketiga yang akan membutuhkan waktu karena substansinya akan diatur dalam RUU Perkoperasian yang saat ini masih dalam proses,” tutur dia.
Tuntutan berikutnya yakni pengaturan usaha sektor keuangan yang saat ini sudah dilakukan oleh koperasi untuk melayani masyarakat bukan anggota diberikan kesempatan untuk tetap menjadi badan hukum koperasi. Menanggapi tuntutan tersebut, Arif menyebutkan pihaknya membutuhkan partisipasi dari gerakan koperasi dan masyarakat agar melaporkan mana saja lembaga keuangan yang mengatasnamakan diri sebagai koperasi.
“Kami berharap dapat diberikan masukan mana saja yang bukan koperasi tapi lembaga keuangan. Kemudian sesuai kesepakatan mereka akan diberikan kesempatan selama satu tahun untuk berbenah, hal ini nantinya juga akan diatur dalam RUU Perkoperasian,” jelas dia.
Sedangkan tuntutan terakhir adalah pembuatan dan penyusunan RUU Perkoperasian untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian yang saat ini sedang diproses di DPR agar melibatkan gerakan koperasi yang sehari-hari bersinggungan dengan pelaku koperasi. “Terkait tuntutan tersebut, kami sangat terbuka kepada teman-teman gerakan koperasi, bahkan sangat berterima kasih kalau teman-teman bersedia meluangkan energi dan waktu untuk turut serta membahas RUU Perkoperasian bersama-sama,” tuturnya.
Arif menegaskan, antara Kemenkop dan gerakan koperasi sejatinya memiliki orientasi yang sama untuk mewujudkan kemajuan koperasi di Indonesia. Hanya saja kerap kali memiliki jalan masing-masing untuk mencapainya.