Ahad 08 Jan 2023 09:02 WIB

Tekad Erick Thohir untuk Nias Terinspirasi Filosofi Loncat Batu

Mimpi yang tinggi bisa diloncati. Jika Indonesia bisa, Pulau Nias juga bisa.

Red: Budi Raharjo
Menteri BUMN Erick Thohir menundukkan kepalanya saat salah satu tetua adat Pulau Nias, Sumatera Utara, memasangkan topi berwarna keemasan di kepalanya. Topi khas Nias itu melengkapi baju adat berwarna kuning dihiasi garis merah.   Hari itu, Sabtu (7/1/2023), bertempat di Taman Kota Gunungsitoli, Erick dianugerahi gelar adat sebagai Balugu Sangeri Banua. Artinya, pengayom negeri.
Foto: Dok Republika
Menteri BUMN Erick Thohir menundukkan kepalanya saat salah satu tetua adat Pulau Nias, Sumatera Utara, memasangkan topi berwarna keemasan di kepalanya. Topi khas Nias itu melengkapi baju adat berwarna kuning dihiasi garis merah. Hari itu, Sabtu (7/1/2023), bertempat di Taman Kota Gunungsitoli, Erick dianugerahi gelar adat sebagai Balugu Sangeri Banua. Artinya, pengayom negeri.

EKBIS.CO,  GUNUNG SITOLI -- Menteri BUMN Erick Thohir menundukkan kepalanya saat salah satu tetua adat Pulau Nias, Sumatera Utara, memasangkan topi berwarna keemasan di kepalanya. Topi khas Nias itu melengkapi baju adat berwarna kuning dihiasi garis merah. 

Hari itu, Sabtu (7/1/2023), bertempat di Taman Kota Gunungsitoli, Erick dianugerahi gelar adat sebagai Balugu Sangeri Banua. Artinya, pengayom negeri. 

Bagi Erick, gelar itu adalah sebuah kehormatatan luar biasa, pertanda dirinya telah diterima sebagai keluarga besar Pulau Nias, sebuah pulau di Samudera Hindia yang berjarak sekitar dua jam penerbangan dari  Medan di daratan. 

Menjadi bagian dari keluarga besar Nias, Erick merasa bertanggung jawab untuk turut memajukan Nias. Sebuah amanah yang tak ringan, tentu saja. 

Namun, bagi Erick itu tak mustahil diwujudkan, meskipun saat ini empat kabupaten di Nias termasuk yang tertinggal ekonominya di Provinsi Sumatra Utara. Pelecutnya adalah sebuah tradisi yang diwariskan turun temurun di pulau itu: tradisi loncat batu Nias. 

Bagi Erick, tradisi adat Nias yang  yang terkenal hingga ke kevel internasional itu tak hanya pertunjukan ketangkasan. Namun, ada filosofi mendalam di sana. 

"Loncat batu itu tingginya 2,5 meter. Artinya apa? Mimpi yang tinggi bisa diloncati. Artinya, (jika) Indonesia bisa, Pulau Nias juga bisa," kata Erick seusai upacara adat. 

Namun, untuk mencapai "mimpi" itu, kata Erick,  dibutuhkan kerjasama semua pihak untuk saling mendukung. Ini sesuai falsafah "Fatalifusota" atau "Persaudaraan" yang merupakan fondasi hidup warga Nias.

Kondisi Nias yang tertinggal, kata Erick, tak mungkin didiamkan karena menyangkut "saudara-saudara kita yang tertinggal di berbagai wilayah." 

"Kalau kita diamkan, kita yang mendapat amanah, kita berdosa," tambahnya. 

Untuk itu, Erick ingin ada intervensi untuk membangkitkan ekonomi Nias yang tertinggal. Yang paling penting, kata Erick, bagaimana pemerintah pusat dan daerah bersinergi bersama-sama membangun Nias secara menyeluruh, tidak sepotong-potong. 

"Apakah nanti dijadikan tujuan wisata. Kalau Labuhan Bajo bisa, Mandalika bisa, kenapa Pulau Nias tidak bisa," ujarnya. 

Alternatif lain, Nias bisa dijadikan daerah kelautan yang terpadu seperti di sejumlah daerah lain. Juga membangkitkan industri kelapa yang menjadi komoditi andalan pulau itu. 

Dalam kunjungan itu, Erick menyerahkan bantuan alat kesehatan berupa lima unit ventilator dan 8 unit oxygen concentrator dari Yayasan BUMN. Selain itu, juga digelar pasar murah untuk warga di sana. 

Kehadiran Erick di sana mendapat sambutan meriah anak muda di pulau itu. Sebagian mereka menilai Erick adalah menteri muda yang humoris dan mudah diajak bicara. 

"Saya akan mendampingi agar cita-cita kita bersama memajukan Nias ini tercapai," kata Erick sebelum kembali ke Jakarta.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement