EKBIS.CO, JAKARTA -- Hasil riset NielsenIQ mencatat total transaksi penjualan selama penyelenggaraan Harbolnas 2022 yang digelar pada 10-12 Desember 2022 lalu mencatatkan transaksi senilai Rp 22,7 triliun. Meski mengalami kenaikan dari tahun lalu, riset menyatakan pertumbuhan melandai.
Direktur NielsenIQ Rusdy Sumantri mencatat, capaian transaksi tersebut meningkat 4,7 triliun atau 26 persen dari torehan Harbolnas 2021 lalu sebesar 18,1 triliun. Penjualan produk lokal menyumbang Rp 10 triliun, naik Rp 1,5 triliun atau 18 persen dari capaian tahun lalu Rp 8,5 triliun.
Lebih lanjut, Rusdy memaparkan, kenaikan transaksi Harbolnas 2022 utamanya terjadi di Jawa sebesar 23 persen. Sementara di luar Jawa justru mengalami penurunan hingga 3 persen.
Begitu pula dengan penjualan produk lokal, transaksi di Jawa tetap mencatat kenaikan 15 persen. Namun, transaksi di luar Jawa terhadap produk lokal menyusut 8 persen.
Secara keseluruhan, kendati total transaksi mengalami kenaikan, Rusdy menyebut adanya pertumbuhan transaksi yang melandai. Pasalnya, peningkatan penjualan Harbolnas di tahun-tahun sebelumnya sempat mencapai 30 persen hingga 50 persen.
Pertumbuhan kali ini, berdasarkan data NielsenIQ, merupakan yang terendah sejak 2015 lalu. "Pertumbuhan ini sedikit melambat, 26 persen. Kita optimistis masih akan tumbuh tapi ini lebih slower," kata Rusdy dalam konferensi pers, Kamis (12/1/2023).
Ia memaparkan, perlambatan pertumbuhan dinilai akibat faktor inflasi di akhir tahun. Terutama setelah pemerintah menaikkan harga BBM sejak September yang berpengaruh pada naiknya biaya logistik.
Hingga Desember 2022, laju inflasi nasional mencapai level 5,5 persen. Namun, Rusdy mencatat, inflasi tertinggi terdapat pada transportasi sebesar 15,3 persen. Inflasi transportasi di Jawa tercatat 14,4 persen dan luar Jawa 16,4 persen.
"Tentu saja, dengan kenaikan inflasi di transportasi akan berdampak ke biaya pengiriman dari sisi pemain logistik," katanya.
Sementara dari sisi konsumen, pengeluaran untuk transportasi akan meningkat. Itu bisa menjadi pemicu melambatnya transaksi belanja online dari masyarakat imbas kenaikan harga bahan bakar.
"Pembeli cenderng mengurangi jumlah item dan kuantitas dan ada kecenderungan pindah ke merek-merek lain yang lebih murah," katanya.
Memasuki 2023, Rusdy menuturkan, para pelaku niaga daring perlu membuat inovasi untuk membuat biaya pengiriman lebih menarik, khususnya ke luar Jawa. Promosi kreatif juga masih dapat terus dilakukan oleh masing-masing pemain.