EKBIS.CO, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) terus mempersiapkan pembentukan bursa karbon. BEI saat ini masih berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta sejumlah lembaga dam kementerian lainnya yang terlibat dalam penyelenggaraan bursa karbon.
"Untuk persiapan bursa karbon, BEI terus berkoordinasi dengan OJK dan lembaga serta kementerian terkait," kata Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik kepada wartawan pasar modal, Senin (16/1/2023).
Selain OJK, BEI berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta (KLHK).
Menurut Jeffrey, koordinasi tersebut membahas berbagai hal mulai dari peraturan hingga model bisnis. Adapun terkait jadwal dan tenggat waktu pelaksanaan bursa karbon akan disesuaikan dengan hasil koordinasi dengan OJK dan lembaga terkait.
Tidak hanya itu, lanjut Jeffrey, BEI melakukan kajian dan studi banding ke sejumlah negara di Asia dan Eropa yang sudah memiliki bursa karbon. BEI utamanya mempelajari bursa karbon di Korea Selatan, Inggris, Uni Eropa, dan Malaysia.
Sementara, Direktur Utama BEI Iman Rachman mengapresiasi kehadiran Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yang juga mengatur perdagangan karbon.
"Kami mengapresiasi P2SK sebagai bentuk pendalaman pasar kita ke depan dan juga perluasan Bursa Efek Indonesia, tidak hanya bursa saham, tapi juga bursa karbon," katanya dalam keterangan pers.
Dalam UU PPSK disebutkan, bursa karbon hanya dapat diselenggarakan oleh penyelenggara pasar yang telah memperoleh izin usaha dari OJK. Sebelumnya, OJK menyebut bursa karbon diharapkan dapat meluncur pada 2024 atau 2025.