EKBIS.CO, JAKARTA -- Ongkos atau biaya haji terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pun siap menggodok skema pembayaran baru agar tidak terlalu membebani para calon jamaah ke depan.
"Ada pola yang harus diubah, bisa dengan membuat investment saving plan atau ada skema cicilan, tidak hanya setoran awal dan akhir tetapi juga setoran tengah. Itu semua sedang digodok untuk 2024," kata Kepala BPKH Fadlul Imansyah, Jumat (28/1/2023).
Perubahan pola ini diperlukan untuk mengatasi permasalahan kenaikan biaya haji yang signifikan seperti pada 2023. Fadlul menjelaskan, sejak 2010 hingga saat ini setoran awal dan akhir yang dibayarkan jamaah belum mengalami kenaikan meskipun ongkos haji terus meningkat.
Dia menjabarkan, biaya haji yang dibutuhkan pada 2010 sebesar Rp 34,5 juta. Dari jumlah tersebut, biaya yang dibebankan pada setiap jamaah atau Bipih (biaya perjalanan ibadah haji) Rp 30 juta dan sisanya Rp 4,5 juta diambil dari Nilai Manfaat yang dikelola BPKH.
Dengan demikian, rasio antara Bipih dan Nilai Manfaat yaitu 87 persen dan 13 persen. Hingga 2019, rasio Nilai Manfaat terus meningkat dan saat ini sudah mencapai 50 persen dibandingkan Bipih.
Menurut Fadlul, jika biaya yang dibebankan ke jamaah tidak meningkat dan penggunaan Nilai Manfaat masih besar, maka Nilai Manfaat yang berhak didapatkan oleh jamaah haji pada tahun-tahun mendatang akan tergerus dan dananya bisa habis.
"Untuk itu, kami mengusulkan rasionya berubah menjadi 70 persen dari jamaah haji dan 30 persen dari Nilai Manfaat yang dikelola BPKH," kata Fadlul.
Sebagai informasi, pemerintah mengusulkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2023 naik Rp 514.888,02 menjadi Rp 98,8 juta. Jumlah tersebut terdiri dari Bipih sebesar Rp 69,1 juta atau 70 persen dan Nilai Manfaat sebesar Rp 29,7 juta atau 30 persen.