EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Jago Tbk (ARTO) berkomitmen untuk tetap fokus menyalurkan pinjaman melalui ekosistem guna memperdalam penetrasi ke segmen unbanked dan underbanked. Model pembiayaan dengan skema kemitraan ini terbukti telah mendatangkan hasil positif sejak pertama kali dirintis dua tahun lalu.
Bank Jago memulai transformasi menjadi bank berbasis teknologi sejak 2020. Dengan model bisnis yang mengandalkan teknologi dan kemitraan dengan partner di dalam ekosistem, pertumbuhan kredit Bank Jago naik berkali lipat.
Per Desember 2019, kredit perseroan hanya mencapai Rp 285 miliar. Per Desember 2022, outstanding penyaluran kredit dan pembiayaan syariah Bank Jago mencapai Rp 9,3 triliun (tidak diaudit). Artinya, penyaluran kredit dan pembiayaan telah naik 31 kali lipat.
Direktur Utama Bank Jago, Kharim Indra G Siregar mengatakan sejak awal Bank Jago dirancang untuk bisa tertanam di berbagai ekosistem. Oleh karena itu, model bisnisnya bertumpu pada kolaborasi dan kemitraan dengan berbagai ekosistem.
“Lewat kolaborasi, kami mampu menjangkau nasabah dengan biaya yang efisien karena tidak memerlukan keberadaan kantor cabang fisik. Ini merupakan pilihan strategis kami sejak awal dan akan terus kami lakukan secara konsisten,” katanya dalam acara media briefing bersama awak media di Jakarta, Selasa (31/1/2023), dalam siaran persnya.
Kharim menuturkan, Bank jago meyakini bahwa digitalisasi akan memainkan peran penting dalam meningkatkan semangat kewirausahaan (entrepreneurship), pemerataan kesejahteraan dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Untuk mewujudkannya, kami akan memperbanyak partnership, membangun kolaborasi dan sinergi dengan semua pelaku ekonomi digital. Prinsip kolaborasi akan menjadi faktor kunci,” katanya
Direktur Partnership Business Bank Jago, Sonny Christian Joseph menambahkan sejalan dengan misi untuk memberikan kesempatan tumbuh bagi masyarakat Indonesia, Bank Jago fokus menyasar segmen menengah dan mass market.
Segmen ini merupakan pangsa pasar yang besar di mana terdapat 62 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Selain itu, segmen ini relatif kurang terlayani di mana rasio kredit UMKM terhadap total kredit per September 2022 baru mencapai 20,9 persen.
“Segmen bisnis debitur yang kami layani beragam, ada yang menjadi bagian dari rantai pasok industri otomotif, platform digital di bisnis logistik, e-commerce, dan sebagainya. Intinya, pelaku UMKM yang menjadi bagian dari platform digital menjadi target kami,” ujar Sonny.
Sejak dua tahun lalu, Bank Jago telah memulai penyaluran pinjaman lewat kemitraan dengan institusi keuangan dan kemitraan berbasis value chain. Pinjaman tersebut disalurkan melalui pembiayaan bersama (joint financing) maupun penerusan kredit (channeling) untuk kebutuhan wirausaha ataupun individu retail. Hingga saat ini, lebih dari 32 perusahaan yang telah bermitra dengan Bank Jago.
Sonny menekankan, apapun skema dan model yang digunakan, Bank Jago memiliki risk appetite dan risk tolerance untuk menjaga tingkat risiko secara terukur.
Oleh karena itu, Sonny memastikan, dengan model manajemen risiko yang dimiliki oleh Bank Jago, penyaluran pinjaman tetap dilakukan secara prudent sehingga kualitas kredit tetap terjaga. Sampai dengan akhir Desember 2022, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross Bank Jago mencapai 1,8 persen (tidak diaudit).
Direktur Eksekutif Segara Institute Peter Abdullah menilai kolaborasi dengan ekosistem adalah keniscayaan bagi bank berbasis teknologi. Menurut Piter, digitalisasi yang berlangsung di berbagai sektor dalam beberapa tahun terakhir membuka peluang besar bagi industri perbankan untuk memperdalam penetrasi layanan lewat kolaborasi dengan digital player.
“Fintech sudah membuktikan diri bahwa dengan penggunaan teknologi menjadi terobosan untuk memperluas akses pembiayaan. Meningkatkan akses adalah pekerjaan berat dan oleh karena itu tidak bisa dikerjakan sendiri oleh bank,” jelas Piter.
Merujuk pada data statistik Fintech Otoritas Jasa Keuangan, per Desember 2022 jumlah rekening peminjam (borrower) yang aktif telah mencapai 19,71 juta dengan outstanding Rp 51 triliun. Di Desember 2018, jumlah rekening peminjam baru mencapai 4,35 juta dengan outstanding Rp 5,04 triliun. Artinya hanya dalam empat tahun, jumlah peminjam yang melonjak empat kali lipat.
Piter mengatakan, strategi yang dilakukan oleh Bank Jago sudah berada di jalur yang tepat. Dia menambahkan, Bank Jago dan bank lainnya bisa mengambil peran lebih banyak dalam meningkatkan akses pembiayaan. Pasalnya, tanpa akses pembiayaan, narasi besar untuk memajukan UMKM lewat digitalisasi tidak akan memiliki fondasi yang kuat.