Jumat 03 Feb 2023 14:31 WIB

Ini Faktor yang Sebabkan 'Bengkaknya' Proyek Kereta Cepat

Perhitungan harga lahan di Indonesia berbeda dengan di China.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Rangkaian kereta inspeksi atau comprehensive inspection train (CIT) Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) menjalani uji coba operasional di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Rabu (16/11/2022). Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan cost overrun atau pembengkakkan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KJCB) terletak pada sejumlah komponen seperti harga lahan hingga persoalan frekuensi.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Rangkaian kereta inspeksi atau comprehensive inspection train (CIT) Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) menjalani uji coba operasional di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Rabu (16/11/2022). Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan cost overrun atau pembengkakkan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KJCB) terletak pada sejumlah komponen seperti harga lahan hingga persoalan frekuensi.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, cost overrun atau pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KJCB) terletak pada sejumlah komponen, seperti harga lahan hingga persoalan frekuensi. Arya menyampaikan perhitungan harga lahan di Indonesia berbeda dengan yang terjadi di China, yang mana Pemerintah China dapat mengendalikan harga lahan. 

"Saya kasih contoh, kalau di China itu mana ada kenaikan harga tanah. Kalau sudah ditetapkan, mau 10-20 tahun proyek harganya segitu. Kalau Indonesia, tiga bulan sudah berubah. Mereka (China) menganggap harusnya pemerintah bisa dong mengunci harga tanah, ya enggak bisa, kondisinya berbeda," ujar Arya di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (3/2/2023).

Baca Juga

Komponen berikutnya, lanjut Arya, meliputi menara Base Transreceiver Station (BTS) milik Telkomsel. Arya mengatakan, proses pemindahan BTS tentu memiliki konsekuensi bisnis dalam kompensasi kepada Telkomsel. Arya menilai kondisi BUMN di Indonesia tentu berbeda dengan BUMN yang dimiliki China. 

"Soal frekuensi dianggapnya kan ini milik negara, iya benar, tapi pengelolaannya sudah diserahkan kepada Telkomsel. Mau Telkomsel BUMN atau bukan BUMN, di Indonesia itu dianggap kontrak bisnis, saat diambil Telkomselnya rugi karena ada biaya pengalihan dan sebagainya yang harus dikompensasi. Yang pasti kita minta BUMN jangan cari untung, tapi juga jangan rugi, Telkomsel sudah oke," ucap Arya.

Arya memastikan persoalan pembengkakan biaya tak akan menghambat target operasi kereta cepat. Arya menyampaikan penyelesaian kereta cepat menjadi fokus utama Menteri BUMN Erick Thohir.

"(Proyek kereta cepat) ini progres. Salah satu tugasnya Pak Jokowi ke Pak Erick itu kereta cepat. Ini sedang berprogres, enggak jauh-jauh nanti berbarengan (operasi) sama LRT," kata Arya. 

Arya menyampaikan Indonesia dan China juga akan mencari jalan keluar atas persoalan pembengkakan biaya agar tidak mengganggu target operasional yang telah ditetapkan sebelumnya.

"Pasti nanti ada kesepakatan. Tunggu saja, namanya negoisasi. Tidak ngaruh ke timeline karena sudah ada komitmen kemarin waktu G-20 antara Xi Jinping dan Pak Jokowi," kata Arya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement