Selasa 14 Feb 2023 12:33 WIB

Menkop Teten Akui Pengembalian Ratusan Triliun Dana Nasabah KSP Indosurya Alami Kendala

Hasil audit ungkap ada 6.000 nasabah yang tak terbayarkan dengan nilai Rp 16 triliun

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengakui banyak kendala yang terjadi dalam proses pengembalian dana nasabah atau homoligasi dari koperasi bermasalah, termasuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Salah satunya karena aset koperasi yang dapat dijual nyatanya bukan dimiliki langsung oleh Indosurya.
Foto: KemenkopUKM
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengakui banyak kendala yang terjadi dalam proses pengembalian dana nasabah atau homoligasi dari koperasi bermasalah, termasuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Salah satunya karena aset koperasi yang dapat dijual nyatanya bukan dimiliki langsung oleh Indosurya.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengakui banyak kendala yang terjadi dalam proses pengembalian dana nasabah atau homoligasi dari koperasi bermasalah, termasuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Salah satunya karena aset koperasi yang dapat dijual nyatanya bukan dimiliki langsung oleh Indosurya.

Teten menjelaskan, tahapan pembayaran homoligasi didasarkan kepada kepemilikan aset KSP Indosurya. Dengan kata lain, aset tersebut dapat dijual dan menjadi sumber pengembalian dana anggota yang dirugikan. Itu sesuai putusan sidang Pembayaran Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

"Hanya itu (penjualan aset) yang satu-satunya kita miliki sekarang, tapi dalam prakteknya, putusan PKPU ini rendah realisasi," kata Teten dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR, Selasa (14/2/2023).

Adapun berdasarkan informasi Kejaksaan Agung, KSP Indosurya memiliki 23 ribu nasabah dan mengumpulkan dana nasabah hingga Rp 106 triliun. Hasil audit mencatat ada sekitar enam ribu nasabah yang tidak terbayarkan dengan jumlah kerugian sekitar Rp 16 triliun.

Lebih lanjut, Teten menuturkan, realisasi pembayaran homoligasi oleh KSP Indosurya baru sekitar 15,56 persen. Kendala utama yang dihadapi karena aset yang seharusnya menjadi sumber pengembalian dana bukan dalam kepemilikan langsung oleh koperasi.

"Kedua, ada laporan pidana yang sedang berjalan sehingga kepolisian menyita asetnya dan membekukan sehingga tidak bisa dilakukan penjualan," tuturnya.

Sementara itu, belum ada regulasi yang mengatur detail ihwal sanksi bila PKPU tidak dijalankan secara benar. Teten menjabarkan, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU tidak mengatur pengenaan sanksi dalam hal kewajiban pembayaran jika tidak dilaksanakan sesuai perjanjian perdamaian.

"Jadi, ini tidak ada, lemah sekali. Kemarin saat ada PKPU dan kepailitan kita sampaikan ke Mahkamah Agung bahwa ini bisa dipakai untuk merampok dana anggota koperasi," kata Teten.

Alhasil, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran yang tidak lagi membolehkan ada anggota koperasi mengajukan PKPU dan Kepailitan. Pengajuan harus dilakukan melalui Kementerian Koperasi sebagai lembaga pemerintah yang bertugas membina para koperasi.

Teten pun mengakui ihwal proses PKPU dan kepailitan itu yang menjadi salah satu kelemahan sistem di Indonesia ketika ada persoalan koperasi yang merugikan nasabah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement