Kamis 16 Feb 2023 09:02 WIB

Jurus Pemerintah Hadapi Stagflasi

Standard Chartered komitmen berinvestasi dalam teknologi dan inovasi bantu pemerintah

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Lida Puspaningtyas
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto dalam saat memberi sambutan dalam Global Research Briefing (GRB) H1 2023 untuk Indonesia di Jakarta, Selasa (14/2/2023).
Foto: Dok. Standard Chartered
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto dalam saat memberi sambutan dalam Global Research Briefing (GRB) H1 2023 untuk Indonesia di Jakarta, Selasa (14/2/2023).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menjelaskan langkah pemerintah menghadapi tahun ini dengan optimisme tapi tetap waspada. Dalam memitigasi berbagai risiko eksternal, pemerintah telah menyiapkan sejumlah kebijakan utama.

Airlangga mengatakan, dengan bauran kebijakan fiskal dan moneter yang tepat, UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, Perpu Cipta Kerja, dan pengaturan DHE diharapkan dapat memitigasi risiko stagflasi dengan memberikan kepastian hukum ditengah situasi yang tidak pasti.

Baca Juga

"Hal ini menjadi pilar untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang memadai serta stabilitas keuangan dan nilai tukar," kata dia dalam acara tahunan Global Research Briefing (GRB) H1 2023 untuk Indonesia Standard Chartered, dikutip keterangan pers, Kamis (16/2/2023).

Standard Chartered memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 akan berada di atas perkiraan konsensus yang berada di angka 4,9 persen. Berdasarkan laporan Standard Chartered Global Focus-Economic Outlook 2023, perekonomian Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,1 persen pada 2023.

"Perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 5,1 persen pada 2023, atau lebih tinggi dari perkiraan konsensus sebesar 4,9 persen," ujar Senior Economist Standard Chartered Indonesia, Aldian Taloputra, dalam siaran pers, Rabu (15/2/2023).

Menurut Aldian, sumber perekonomian Indonesia akan terfokus di dalam negeri, tingkat inflasi yang mereda, koreksi harga komoditas yang moderat, dan pengeluaran terkait Pemilu akan mendukung konsumsi. Investasi asing di industri pengolahan mineral dan investasi publik di bidang infrastruktur juga disebut akan terus mendukung peningkatan investasi.

"Kami rasa likuiditas yang cukup dapat memperlambat transmisi kebijakan moneter, dan meredam dampak negatif dari kebijakan moneter yang ketat terhadap perekonomian," kata Aldian.

Perkiraan dari Standard Chartered itu sejalan dengan optimisme pemerintah Indonesia dalam menghadapi tahun 2023. Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani mengatakan, pemulihan ekonomi Indonesia menunjukkan prestasi yang baik karena sifatnya broad-based.

Menurutnya, seluruh sisi produksi kembali pulih, bahkan sektor yang paling berdampak, yaitu transportasi serta akomodasi makanan dan minuman mengalami pemulihan yang sangat tinggi pada tahun 2022. Di sisi permintaan juga menunjukkan pemulihan yang didukung tidak hanya dari konsumsi namun juga dari sisi investasi dan ekspor.

"Inilah prestasi sekaligus pencapaian yang membuat kita cukup optimis dalam menghadapi tahun 2023 ini. Di sisi lain, kita perlu terus untuk meningkatkan kewaspadaan," jelas dia.

Pertumbuhan ekspor Indonesia juga cukup tinggi dan menyebabkan neraca perdagangan di Indonesia mengalami tren surplus selama 32 bulan berturut-turut. Menurut dia, itu adalah prestasi yang tetap harus membuat waspada.

"Karena lingkungan global akan terus bergerak dan kemungkinan juga akan mempengaruhi ekspansi ekspor kita maupun dari sisi neraca perdagangan," jelas dia.

Cluster CEO Indonesia & ASEAN Markets Standard Chartered, Andrew Chia, mengatakan, pihaknya sangat bersemangat melihat potensi berlanjutnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Seiring dengan fokus pemerintah Indonesia untuk mempercepat aspek digitalisasi dan keberlanjutan, Standard Chartered berkomitmen akan terus berinvestasi dalam teknologi dan inovasi untuk mendukung agenda tersebut.

Andrew juga menjelaskan, hingga akhir 2022, Standard Chartered merupakan bookrunner yang paling banyak mendapat mandat terkait penerbitan obligasi pemerintah RI berdenominasi dolar AS dalam 10 tahun terakhir. Standard Chartered telah terlibat dalam 21 dari 32 penerbitan.

Itu termasuk berperan sebagai Joint Bookrunner serta Joint Green and Structuring Advisor untuk penerbitan 1,75 miliar dolar AS 4,40 persen Senior Unsecured Fixed Rate Sukuk yang akan jatuh tempo pada 2027. Itu merupakan penerbitan Sukuk dolar AS terbesar dan Green Sukuk terbesar yang pernah diterbitkan secara global, dan telah melangalami oversubscription lebih dari tiga kali.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement