EKBIS.CO, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta pemerintah melalui kementerian terkait melakukan inovasi pemenuhan pangan sekaligus pengolahan pakan ternak. Hal ini dilakukan dalam mengatasi tingginya harga beras dan pakan ternak saat ini.
Hal ini disampaikan Sultan menyusul adanya keluhan para peternak ayam dan jenis unggas lainnya saat ini. Seperti diketahui, harga pakan masih tinggi yakni Rp 8.500-8.800 per kilogram. Padahal tahun lalu harga pakan Rp 7.500 per kg.
"Dalam situasi kelangkaan supplai pangan dan pakan seperti sekarang ini, saya kira penting bagi pemerintah untuk menjajaki impor gabah kering giling dari negara penghasil utama beras. Gabah kering bisa dihitung sebagai bahan mentah yang memiliki lebih dari dua produk turunan yang sangat dibutuhkan, yakni beras dan bekatul serta dedak", ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Senin (27/2/2023).
Menurut Sultan, ide mengimpor gabah kering mungkin terasa asing. Namun, Indonesia harus mencobanya sebagai sebuah langkah ekonomis dalam memenuhi kebutuhan pangan dan pakan dalam negeri.
"Kebutuhan bahan baku pakan kita sangat tinggi. Karena kontribusi pakan terhadap biaya produksi peternakan adalah 60-70 persen tergantung jenis ternak," kata Sultan.
"Dedak dan bekatul memiliki peran penting bagi kebutuhan pakan ternak kecil di daerah. Sementara proporsi dedak dalam formula pakan pabrikan rata-rata adalah sebesar 15 persen. Ini angka yang cukup besar dan sangat menentukan tingkat efisiensi biaya produksi dalam industri peternakan," tambah mantan ketua HIPMI Bengkulu itu.
Menurut data dari berbagai sumber, kata Sultan, Saat ini harga dedak padi sedang melonjak mendekati Rp 5.000 per kilogram. Meski, sempat sedikit melandai tapi masih di atas Rp 4.000 per kilogram.
Saat ini, para peternak unggas di wilayah Kabupaten Indramayu bagian barat (Inbar) cukup kewalahan. Harga dedak yang semula hanya Rp 2.500 per kilogram, sekarang menjadi Rp 4.000 per kilogram. Sedangkan Bekatul dijual Rp 5.000 per kilogram, naik dari sebelumnya Rp 3.000 per kilogram.
Lebih lanjut, Sultan menerangkan bahwa importasi komoditi pangan seperti gabah kering akan memungkinkan terjadi peningkatan intensitas industri pengolahan dan berpeluang memperluas lapangan kerja dalam negeri. Pemerintah perlu meningkatkan perhatian pada Industri padat karya untuk menekan angka pengangguran yang meningkat saat ini.
"Pilihannya adalah dengan memanfaatkan peluang tingginya kebutuhan impor saat ini. Jangan hanya beras saja yang diimpor, dalam jangka panjang kita harus mengubah pola impor pangan siap pakai seperti beras dengan mengimpor bahan baku pangan seperti gabah kering giling dari negara lain dengan tujuan hilirisasi," tegasnya.
Diketahui, perdagangan harga gabah, Kamis (23/2/2023), di pasar internasional terpantau turun dibandingkan hari sebelumnya. Transaksi harian harga gabah untuk kontrak dua bulan ke depan diperjualbelikan 17 dolar AS hundredweight. Bila disetarakan rupiah, nilai ini setara dengan Rp 5.173,5 per kilogram.
"Dibandingkan dengan harga beras impor, Harga gabah impor ini cukup kompetitif dengan harga Gabah Kering Giling (GKG) Tingkat Penggilingan yang ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional Rp 5.700 per kilogram. Hal ini dinilai tidak akan mempengaruhi harga gabah kering petani. Di samping kita memiliki kontrol terhadap kualitas beras yang akan dihasilkan", tutup Sultan.