EKBIS.CO, JAKARTA -- Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menilai kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed sebesar 0,25 persen berpotensi terjadi capital outflow dari pasar keuangan di Indonesia. Hal ini berimbas terhadap melemahnya nilai tukar rupiah yang terdepresiasi.
Ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy mengatakan depresiasi rupiah terbuka lebar, sehingga utang yang dilakukan dalam valuta asing terutama dalam dolar AS akan berpotensi mengalami kenaikan, dengan asumsi tidak dilakukan lindung nilai. "Dengan kata lain, cost of fund menjadi lebih mahal. Dengan aliran modal asing keluar (capital outflow), potensi melemahnya nilai tukar rupiah atau depresiasi terbuka lebar," ujar Yusuf dihubungi Republika, Kamis (23/3/2023).
Menurutnya spread suku bunga The Fed yang melebar akan membuat harga instrumen pasar keuangan di dalam negeri seperti obligasi berkurang, sehingga imbal hasil meningkat. Selain itu, juga berpotensi akan mendorong meningkatnya suku bunga acuan di negara berkembang termasuk di Indonesia.
"Sekali lagi dampaknya ongkos pembiayaan menjadi lebih mahal," ucapnya.
Dikutip The New York Times, Keputusan The Fed ini mendorong suku bunga naik ke kisaran 4,75 persen sampai lima persen. Sejumlah pejabat The Fed bahkan memprediksi bank sentral itu akan menaikkan suku bunga hingga menjadi 5,1 persen selama 2023.