EKBIS.CO, BADUNG -- Bank Indonesia (BI) berharap negara-negara di kawasan Asean bisa mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Hal tersebut untuk menekan kerugian yang sering muncul saat terjadi tekanan di tingkat global.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo menilai selama ini permasalahan yang dihadapi negara kawasan relatif sama yaitu ketidakstabilan nilai tukar hingga risiko arus modal keluar yang dipicu oleh ketergantungan terhadap dolar AS. "Pada saat tekanan dari global muncul, aliran modal keluar dari Thailand, Indonesia dan negara-negara kawasan, nilai tukar mata uang juga tertekan," kata Dody saat Media Briefing Asean Finance Minister and Central Bank Governor Meetings di Kabupaten Badung, Bali, Senin (27/3/2023).
Dody menjelaskan, ketergantungan terhadap satu atau dua mata uang berpotensi menimbulkan kerugian saat negara-negara pemilik mata uang utama mengalami gejolak seperti yang baru-baru ini terjadi di dalam negeri. Sebagai contoh, kebijakan bank sentral AS menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi sempat menyebabkan aliran modal asing terus keluar dari pasar keuangan domestik pada tahun lalu. Saat asing menarik dananya, nilai tukar rupiah pun melemah hingga pernah menyentuh level Rp 15.600.
"Kalau kita bisa mengurangi sedikit ketergantungan dengan mata uang global, maka akan keluar dengan satu opsi bahwa gejolak dan kerugian akan berkurang," ujar Dody.
Salah satu upaya yang didorong Indonesia untuk mengurangi ketergantungan ini adalah mengajak negara kawasan untuk mulai mengandalkan transaksi Local Currency Settlement (LCS). BI juga mendorong penggunaan sistem pembayaran digital antar negara kawasan.