EKBIS.CO, BADUNG -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai, sistem keuangan di seluruh negara ASEAN tangguh di tengah permasalahan perbankan global saat ini. Hal ini berkat pengalaman yang sangat panjang pada krisis Asia tahun 1997-1998.
"Pada kondisi krisis tersebut, kawasan ASEAN telah mengalami reformasi dan restrukturisasi sistem keuangan," ujar Perry dalam Gala Seminar bertajuk Enhancing Policy Callibration for Macro Financial Resillience di Kabupaten Badung, Bali, Rabu (29/3/2023).
Dengan reformasi dan restrukturisasi pada krisis 1997-1998, ia menuturkan, sebagian besar bank di ASEAN, khususnya Indonesia, memiliki modal yang sangat tinggi. Perbankan di Indonesia memiliki rasio kecukupan modal lebih dari 25 persen.
Selain permodalan bank yang tinggi, ASEAN juga telah menerapkan standar internasional dan sebagian besar negara kawasan, termasuk Indonesia, memiliki Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam beberapa mekanisme yang berbeda.
Perry menegaskan meskipun memiliki daya tahan yang tinggi, kawasan ASEAN, khususnya Indonesia, tetap mengamati permasalahan yang terjadi di Amerika Serikat (AS) maupun di global, terutama terkait perbankan.
Pengamatan dilakukan dengan melihat apakah perbankan ASEAN, khususnya Indonesia, memiliki eksposur langsung terhadap obligasi pemerintah AS. Hasilnya, tidak ditemukan eksposur tersebut.
Kemudian, pengamatan juga dilakukan dengan stress testing model deposito karena deposito tiga bank yang sedang bermasalah di global sangat terkonsentrasi terhadap satu jenis deposan, yakni hingga 95 persen.
"Sebagian besar bank di Indonesia dan ASEAN memiliki deposan yang sangat beragam," ucap dia.
Ia melanjutkan, pengamatan lainnya dilakukan melalui penilaian pencadangan bank dimana sebagian besar bank di Indonesia sudah membangun cadangannya untuk menahan valuasi obligasi pemerintah Indonesia. Ke depan, bank sentral di ASEAN maupun BI terus mengawasi dengan cermat permasalahan yang ada di global dan akan mengambil tindakan jika diperlukan.