Menurut Krisna, produksi CPO di Indonesia terus menurun sejak 2019. Pada 2021, produksi CPO menurun sebesar 0,9 persen dari tahun sebelumnya menjadi 46,89 juta ton, berdasarkan data GAPKI.
Krisna menegaskan, akses terhadap pupuk terjangkau adalah kunci untuk memenuhi permintaan minyak sawit dunia yang diperkirakan akan terus meningkat. Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya produksi minyak sawit adalah tingginya harga pupuk, yang membuat petani sulit mengakses pupuk yang terjangkau. Harga pupuk berbahan baku nitrogen dan fosfat yang banyak digunakan oleh petani kelapa sawit meningkat 50-80 persen pada pertengahan 2021 karena adanya gangguan pada rantai pasok, serta kenaikan biaya angkut, permintaan, dan harga bahan baku.
Pupuk merupakan komponen utama dalam produksi kelapa sawit yang memakan 30-35 persen dari total biaya produksi, sehingga harga pupuk yang tinggi akan meningkatkan biaya produksi minyak sawit.
Petani swadaya yang tidak mampu membeli pupuk dengan harga tinggi akan mengurangi penggunaan pupuknya dan hal ini kemudian berpotensi besar menurunkan hasil panennya. "Pemerintah juga mulai perlu memikirkan peremajaan pohon-pohon yang mulai tidak produktif," kata Krisna.
Pada Kamis (27/4/2023), Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan DMO atau pasokan minyak goreng dalam negeri dikurangi dari 450 ribu ton per bulan menjadi 300 ribu ton per bulan atau kembali ke awal, yang berlaku mulai Mei 2023.
Kebijakan tersebut sesuai dengan hasil rapat koordinasi evaluasi tentang kebijakan minyak goreng yang dilaksanakan pada 18 April 2023 bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.Penurunan DMO merupakan sebuah langkah untuk mengendalikan kestabilan harga minyak goreng di wilayah domestik setelah periode Ramadhan dan Lebaran.