EKBIS.CO, JAKARTA -- Bergelut di industri peternakan ikan mengisi lebih dari setengah usia Ahmad Kasih (46 tahun). Dia memulai semua itu dari hobi sederhana memelihara ikan pada 1995 dan kini berkembang menggunakan berbagai teknologi terbaru.
Setelah empat tahun menjalankan hobi itu, Ahmad kemudian mencoba mengelolanya ke industri komersial. Dia mecoba menternakan ikan-ikan konsumsi seperti lele hingga menjual ikan hias.
Ketika itu, bapak dua anak ini masih menggunakan cara-cara tradisional dengan mengandalkan kolam tanah hingga terpal. Namun, saat dia mulai mengembangkan peternakan bibit ikan patin, cara-cara tersebut perlahan ditinggalkan.
"Teknik budidaya ini yang saya upgrade, pas 1990-an kan tradisional, tebar benih udah, jual juga masih tradisional," ujar warga Kota Bekasi itu.
Ahmad menceritakan, inovasi dalam perternakan ini sangat diperlukan. Dia mempertimbangkan usahanya yang dilakukan di area permukiman dengan lahan terbatas. Kondisi ini membuatnya harus pintar mengolah tanah yang ada, agar bisa maksimal digunakan dalam menjalankan peternakan ikan.
Terlebih lagi, bibit ikan patin memerlukan penangan khusus karena hanya bisa hidup di suhu yang panas. Kondisi ini membuat Ahmad menggunakan cara-cara baru, seperti membuat kolam di dalam ruangan dengan suhu ruangan yang bisa diatur.
Proses ini pun membuat pertumbuhan ikan lebih cepat dan memakan ruang yang lebih sedikit. "Contoh saja, kalau normalnya tiga hektar, ini satu hektar saja cukup," ujar nasabah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI Cabang Jati Asih itu.
Selain terknologi untuk mengembankan budidaya bibit ikan patin, Ahmad mengaku, menerapkan penjualan produknya secara digital sejak 2010. Dia mengiklankan usahanya di media sosial dan membuat website resmi.
Keputusan Ahmad untuk melangkah ke dunia digital ini membuka usahanya lebih luas lagi. Sebelumnya pemasaran produk hanya sekitar wilayah Sumatera saja, dengan bantuan teknologi digital dia sudah bisa melakukan ekspor pertama kali ke Malaysia pada April 2023.
Ahmad menceritakan, kesempatan ini bermula saat seorang warga Malaysia menemukannya di media sosial. Mereka intens melakukan kontak karena teman barunya itu tertarik dengan budidaya ikan patin dan mengunjunginya langsung.
Selama dua minggu, teman dari negara tetangga itu belajar berternak ikan dan akhirnya tertarik melakukan budidaya ikan patin di tanah airnya. Ahmad pun menjadi pemasok bibit ikan patinnya dan menjajal pasar internasional.
"Sebulan kirim dua juta ekor, dan ingin terus ditingkatkan lagi dan dapat pembeli dari negara lain juga," ujar Ahmad yang menaruh target jangka pendek mengirim 10 juta ekor ikan patin per bulan.
Untuk bisa mencapai target itu, Ahmad pun mengikuti Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI. Pinjaman pertama Ahmad senilai Rp 50 juta pada 2014 untuk memenuhi peralatan yang dimiliki. Sekarang dia sudah mencairkan dana sampai empat kali untuk mendorong pengembangan usahanya. Dwina Agustin