EKBIS.CO, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menerangkan empat alasan mengapa nilai tukar pada tahun depan secara rata-rata akan lebih kuat dari tahun 2023. Mulai dari pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, lalu inflasi tetap terkendali, kondisi neraca pembayaran dan defisit transaksi masih rendah, serta imbal hasil dari surat berharga negara (SBN) maupun aset keuangan juga terus menarik.
"Sehingga kami meyakini bahwa akhiran modal asing tidak hanya PMA (penanaman modal asing) dari hilirisasi, tapi juga dari investasi portofolio. Oleh karena itu, mengapa dalam penjelasan kami sebelumnya, rupiah itu kami perkirakan menguat," ujar dia saat dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI yang dipantau secara virtual, Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Pada tahun ini, nilai tukar rupiah berkisar Rp 14.800 per dolar AS sampai Rp 15.200 per dolar AS dan tahun depan menjadi Rp 14.600 per dolar AS sampai Rp 15.100 per dolar AS.
"Namun, kami juga meyakini dalam perumusan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), tentu saja ada suatu kecenderungan (bahwa) angka-angka titik tengahnya itu lebih tinggi dari yang angka titik tengahnya Bank Indonesia," ujar Perry.
Untuk titik tengah dari BI adalah Rp 14.800 per dolar AS dari kisaran Rp 14.600-Rp 15.100 per dolar AS. Namun, Kementerian Keuangan memandang keperluan untuk menetapkan titik tengah yang lebih tinggi, sebesar Rp 14.900 per dolar AS dari kisaran Rp 14.700-Rp 15.200 per dolar AS.
"Masih sejalan dengan pandangan kami bahwa rupiah akan menguat dan memberikan ruangan bagi pemerintah kalau memang memilih titik tengah yang di atas dari Bank Indonesia. Titik tengahnya Bank Indonesia Rp 14.800 (per dolar AS), pemerintah kalau memerlukan Rp 14.900 (per dolar AS) itu masih dalam konsistensi," katanya pula.