EKBIS.CO, JAKARTA -- Fenomena perubahan iklim dan pemanasan global perlu segera ditanggulangi. Sejak dimulainya revolusi industri pada 1850 hingga saat ini, temperatur permukaan bumi disebut terus meningkat.
Direktur Program World Resources Institute (WRI) Indonesia Arief Wijaya mengatakan, kenaikan temperatur bumi dapat menyebabkan efek domino. "Kekeringan dan banjir sebagai akibat dari perubahan iklim dapat mengganggu ketahanan pangan," kata Arief, Kamis (27/7/2023).
Arief menekankan pentingnya sektor industri berkontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim tersebut. Pasalnya sektor industri berkontribusi hingga 75 persen terhadap sumbangan emisi global.
Di sisi lain, sektor industri masih menghadapi tantangan salah satunya terkait pendanaan. Menurut Arief, transisi energi membutuhkan dana dan investasi baru yang jumlahnya cukup besar.
Berdasarkan riset, sektor industri membutuhkan pendanaan sekitar Rp 654 triliun untuk bisa bertransisi menuju target net zero emisi. Jumlah tersebut setara dengan seperempat dari APBN Indonesia saat ini.
"Pemerintah tidak akan bisa membiayai seluruhnya, butuh juga sumber pendanaan yang inovatif seperti perbankan," ujar Arief.
Selain pendanaan, sektor energi juga membutuhkan dukungan dari pemerintah berupa insentif. Arief menilai sektor industri tidak akan terpacu untuk bertransisi menjadi lebih rendah karbon apabila tidak ada insentif.
Beberapa perusahaan di Indonesia sudah memulai proaktif untuk mendukung keuangan keberlanjutan atau sustainability finance salah satunya Bank HSBC. HSBC berkomitmen menjadi net zero bank di 2050.
Head of Corporate Sustainability HSBC Indonesia Nuni Sutyoko mengatakan HSBC mendukung nasabahnya melakukan transisi ke energi yang lebih hijau melalui pembiayaan.
"Ini target HSBC secara global. Bagaimana caranya, pertama mulai dari internal kami menjadi net zero bank. Kami menargetkan bisa beroperasi secara net zero emisi pada 2030," jelas Nuni.
HSBC akan mendukung para nasabah dalam perjalanannya mencapai emisi karbon yang lebih rendah. HSBC menyediakan pembiayaan dan investasi sekitar 750 miliar dolar AS hingga 1 triliun dolar AS selama 10 tahun ke depan untuk mendukung transisi energi.
"Kami juga akan meningkatkan portofolio terhadap solusi pembiayaan transisi untuk mendukung sektor penghasil emisi karbon terbesar agar bisa melakulan dekarbonisasi secara progresif," tutur Nuni.