Kamis 27 Jul 2023 20:15 WIB

Alami Kekeringan, Petani Aceh Didorong Ikut AUTP

Tercatat sebanyak 1.716 hektare sawah di Aceh mengalami kekeringan.

Red: Gita Amanda
 Tercatat sebanyak 1.716 hektare sawah yang tersebar di sejumlah wilayah Provinsi Aceh mengalami kekeringan selama semester I tahun 2023.
Foto: Kementan
Tercatat sebanyak 1.716 hektare sawah yang tersebar di sejumlah wilayah Provinsi Aceh mengalami kekeringan selama semester I tahun 2023.

EKBIS.CO, BANDA ACEH -- Efek perubahan iklim El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) mulai dirasakan pertanian di wilayah Aceh. Tercatat sebanyak 1.716 hektare sawah yang tersebar di sejumlah wilayah Provinsi Aceh mengalami kekeringan selama semester I tahun 2023.

Menanggapi hal ini, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, dalam antisipasi kekeringan, pihaknya mempersiapkan berbagai strategi secara dini dan masif. Di antaranya melalui penyaluran pompa air dan Alsintan lainnya, pembangunan rehabilitasi embung, long-storage, rehabilitasi jaringan irigasi, dan gerakan percepatan tanam padi.

Baca Juga

Namun, dia menganjurkan petani agar mengikuti program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) yang lebih diutamakan. Pasalnya, asuransi untuk menjaga petani agar tetap bisa bertahan dalam menjalankan usaha taninya.

"Berbagai kebijakan 2022 telah terbukti dan terlihat hasilnya di lapangan. Tapi yang terpenting adalah asuransi agar petani mendapatkan ganti rugi dan bisa menanam kembali," ujar Mentan SYL, Kamis (27/7/2023), dalam siaran persnya. 

Selain itu, perbaikan irigasi berdampak pada meningkatnya indeks pertanaman. Pengembangan pertanian modern melalui pemberian bantuan  alsintan berdampak mempercepat olah tanam, waktu tanam, panen dan pasca panen serta efisiensi biaya dan mengurangi losses. 

"AUTP ini akan terus kami sosialisasikan ke petani. Karena ini menjadi bentuk perlindungan kepada mereka dan saat ini sudah banyak petani yang menjadi peserta AUTP,”  kata Mentan SYL.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Ali Jamil mengatakan, dengan adanya AUTP, petani yang terkena musibah banjir atau kekeringan bisa mendapatkan ganti rugi. “Dengan membayar premi hanya Rp 36 ribu/ha/musim tanam, petani yang sawahnya terkena bencana banjir, kekeringan dan serangan OPT dapat klaim (ganti rugi) Rp 6 juta per hektare,” kata Ali Jamil.

Adanya tren positif peserta AUTP menurut Ali Jamil, karena pelaksanaan asuransi pertanian yang bekerjasama dengan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) ini memberikan berbagai keuntungan bagi petani.  Bukan hanya nilai premi yang dibayarkan petani cukup murah, tapi juga memberikan ketenangan dalam berusaha tani.

“Petani semakin mengerti manfaat dan peluang dari asuransi usaha tani padi ini. Dengan harga sangat terjangkau, petani bisa tidur tenang,” tuturnya.

Kepala UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Distanbun Aceh Zulfadli menjelaskan, setiap tahun daerah-daerah di Aceh memang ada yang mengalami kekeringan. Namun, tahun ini hal tersebut juga diperkuat dengan dampak dari dua fenomena perubahan iklim yaitu El Nino dan IOD.

"Di Aceh memang ada dampak El Nino api tidak begitu parah. Berbeda dengan di daerah Jawa. Tahun ini ada daerah kita yang tidak pernah kekeringan sebelumnya, tapi mengalami kekeringan seperti Nagan Raya,” ujar Zulfadli.

Adapun daerah yang mengalami kekeringan pada periode Januari-Juli 2023, yaitu Kabupaten Aceh Utara dengan luas lahan 897 hektare dan 65 hektare di antaranya puso, kemudian Bireuen seluas 293 hektare dan keseluruhannya puso, Pidie seluas 49 hektare dan 11 hektare di antaranya puso.

Selanjutnya, di Kabupaten Aceh Besar lahan seluas 185 hektare mengalami kekeringan dan 135 hektare di antaranya puso, Nagan Raya seluas 150 hektare dan 35 hektare di antaranya puso.

Sedangkan puluhan hektare lahan sawah lainnya juga mengalami kekeringan namun tidak terjadi puso seperti Kabupaten Aceh Selatan seluas 94 hektare, Aceh Timur 30 hektare, Lhokseumawe 15 hektare, Aceh Barat Daya empat hektare dan Banda Aceh satu hektare.

“Dari 1.716 hektar yang terkena kekeringan, 539 hektare yang gagal panen atau puso, selain itu pulih kembali,” ujarnya.

Sebab itu, kata Zulfadli, dalam menghadapi potensi dampak kekeringan akibat El Nino dan IOD, Distanbun Aceh juga telah menyiagakan alat pompa air di daerah-daerah, sehingga dapat digunakan oleh petani untuk membantu mengairi sawah.

"Kalau ada sumber air, pompa itu bisa dipinjam pakai untuk mengairi lahan. Kalau ada sumber air tanah juga bisa kita bantu dengan cara sumur suntik, dengan kedalaman 20 meter,” ujarnya.

Sejauh ini, Distanbun Aceh menyiapkan 60 unit pompa air di antaranya 24 unit di UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Banda Aceh, Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP) Banda Aceh delapan unit, LPHP Pidie sembilan unit, LPHP Aceh Timur 10 unit dan LPHP Nagan Raya sembilan unit.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement