EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,25 persen-5,5 persen pada FOMC Meeting 26 Juli 2023 yang lalu. Dengan kenaikan tersebut, suku bunga the Fed (The Fed Fund Rate/FFR) sudah naik sebanyak 11 kali dengan total kenaikan sebesar 525 bps sejak Maret 2022.
Namun demikian, data makroekonomi AS yang relatif variatif memicu ketidakpastian di pasar global. Pelaku pasar masih menantikan kepastian apakah The Fed akan kembali menaikkan suku bunganya sebesar 25 bps pada FOMC mendatang atau justru akan mempertahankan suku bunga di posisi saat ini.
Direktur Investasi BNI Asset Management Putut Endro Andanawarih mengatakan, investor di Indonesia juga sudah mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed. Hal tersebut tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang hanya terkoreksi sebesar 0,38 persen dalam satu hari pascakenaikan tersebut. "The Fed masih akan melihat indikator ekonomi hingga sisa tahun ini," kata Putut dalam keterangannya, Jumat (4/8/2023).
Apabila indikator ekonomi khususnya inflasi terus mereda sesuai dengan target The Fed, menurut Putut, maka the Fed akan menahan suku bunga di level 5,25 persen-5,5 persen. The Fed juga berpotensi menurunkan suku bunga acuan di masa mendatang.
Sebaliknya, apabila di luar perkiraan indikator ekonomi penting seperti inflasi ternyata masih tinggi dan indikator konsumsi dan pasar tenaga kerja AS masih cukup agresif, maka The Fed akan kembali menaikkan suku bunga pada pertemuan mendatang di September 2023. Namun demikian, Putut melihat kecil peluangnya The Fed untuk kembali menaikkan suku bunga pada September 2023.
Menurut Putut, the Fed akan cenderung menahan suku bunga di level saat ini mengingat inflasi Amerika Serikat sudah turun di level tiga persen, jauh dibandingkan dengan Juli 2022 yang tercatat sebesar 9,1 persen. Walaupun, angka itu masih belum mencapai target The Fed sebesar dua persen.