EKBIS.CO, JAKARTA -- Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Vivi Yulaswati menyebut transformasi peradaban bahari menjadi salah satu kunci memajukan perekonomian Indonesia. Vivi menyebut, saat ini Indonesia masih masuk sebagai negara dengan pendekatan menengah atau middle income trap dalam 30 tahun terakhir.
Vivi menyebut, selama ini posisi Indonesia naik turun pada posisi sebagai negara berpendapatan menengah baik itu lower maupun upper. "Tentu karena sudah cukup panjang suatu negara yang lewat dari 30 tahunan, most likely negara tersebut akan ke traps selamanya, misalnya, Argentina. Tentunya kita tidak ingin seperti itu," ujar Vivi dalam acara Seminar Nasional Transformasi Peradaban Bahari Menuju Indonesia Emas 2045 di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Kebudayaan (PMK) di Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Karena itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) disiapkan strategi untuk melakukan transformasi agar Indonesia keluar dari jebakan Middle Income Trap tersebut sekaligus mewujudkan Indonesia sebagai negara maju pada 2045. "Salah satunya kita harus tumbuh setinggi-tingginya, paling tidak 6-7 persen," kata Vivi.
Menurut dia, jika ekonomi Indonesia terus tumbuh di angka enam persen, Indonesia bisa keluar dari negara middle income trap pada 2042. Sedangkan, jika ekonomi tumbuh di angka tujuh persen, bisa keluar dari middle income trap pada 2038.
"Kita harus sungguh-sungguh, karena negara tetangga, seperti Vietnam akan keluar masuk sebagai negara maju pada 2042 atau Filipina masuk sebagai negara maju dengan perhitungan yang ada sekarang pada 2038," ujarnya.
Menurut Vivi, Indonesia sebagai negara maritim dan berpenduduk besar perlu melakukan transformasi baik dalam pengelolaan bahari maupun sumber daya manusianya (SDM). Apalagi, Pemerintah Indonesia juga telah berkomitmen untuk membangun ekonomi laut yang berkelanjutan, atau ekonomi biru (blue economy).
Masa depan sektor kelautan bergantung kepada aset alam ekosistem laut dan pesisir yang sehat dan potensi blue economy diperkirakan mencapai 1,33 miliar dolar AS dan mampu menyerap 45 juta lapangan kerja. Karena itu, perlu dilakukan pemanfaatan sumber daya kemaritiman agar dapat menciptakan lapangan kerja baru, mengurangi kemiskinan di wilayah pesisir, memenuhi asupan bergizi dalam mengatasi stunting dan gizi buruk.
"Saya sangat ingin mendengarkan progres dari revolusi mental khususnya untuk memperkuat pembangunan kelautan atau peradaban Bahari ke depan dan sumber daya kapitalnya, saya pikir juga koordinasinya ada di sini, baik itu dalam konteks produktivitas, inovasi, maupun juga dalam konteks menjaga lingkungan, beberapa strategi transformasi mulai dari perubahan cara pandang atau paradigma, kemudian pemanfaatan sumber daya manusia terutama dimulai dulu dari wilayah penguatan coastalnya, optimalisasi budaya," katanya.
Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KKP) Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan lima program prioritas kementeriannya dalam mengelola tata kelola bahari. Di antaranya, perluasan kawasan konservasi laut, penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan budi daya laut, pesisir dan darat yg berkelanjutan, pengawasan dan pengendalian kawasan pesisir dan pulau pulau kecil, serta pembersihan sampah plastik di laut melalui partisipasi nelayan.
"Kita perlu memahami dan menginternalisasi nilai nilai kearifan lokal dan junjung tinggi budaya maritim kita yang kaya. Transformasi bukan hanya pembangunan fisik dan teknologi, tapi perubahan pola pikir sikap dan budaya," ujarnya.
Selain itu, terkait transformasi bahari, KKP juga memfokuskan peningkatan sumber daya manusia dengan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kompetensi masyarakat pesisir. "KKP fokus pada pendidikan anak anak nelayan dan pembudidaya ikan dan meningkatkan kompetensi masyarakat melalui pelatihan dan penyuluhan di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil," katanya.
Fauziah Mursid