EKBIS.CO, JAKARTA — Peternak ayam petelur atau layer kembali dihadapkan persoalan pelik karena harga jagung pakan yang makin tinggi sementara harga telur di tingkat konsumen anjlok di bawah biaya produksi. Hal tersebut disampaikan Ketua Koperasi Peternak Unggas Sejahtera Lokal Kendal, Suwardi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi IV DPR, Senin (18/9/2023). Suwardi sekaligus mewakili tujuh koperasi dan dua asosiasi peternak unggas yang mengalami masalah sama.
Ia menuturkan, harga jagung pakan dari para petani lokal kian mahal bahkan telah menyentuh Rp 7.500 per kg. Harga itu jauh lebih tinggi dari acuan yang ditetapkan dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 5 Tahun 2022 sebesar Rp 5.000 per kg di tingkat konsumen atau peternak.
“Mulai Mei 2023, sudah Rp 6.000 per kg dan sampai hari ini sudah Rp 6.500 per kg yang diterima peternak. Itu bagi peternak yang bisa beli. Di poultry, harga jagung giling sudah Rp 7.000 per kg,” kata Suwardi di hadapan para anggota Komisi IV DPR.
Kenaikan harga jagung pakan akan sangat berpengaruh terhadap usaha peternakan layer. Pasalnya, harga pakan berkontribusi lebih dari 50 persen terhadap biaya produksi.
Suwardi mengatakan, sesuai acuan pemerintah dalam Perbadan 5 Tahun 2022, batas bawah harga telur di tingkat konsumen Rp 22 ribu per kg dan batas atas Rp 24 ribu per kg.
“Hari ini, harga sudah Rp 20.500 terutama di Blitar. Jadi, peternak sudah tanggung rugi. Hari ini harusnya, harga pokok produksi Rp 24.700 per kg, itu baru peternak bisa hidup dengan kondisi harga jagung saat ini,” ujar Suwardi.
Melihat kondisi itu, pihaknya mengharapkan agar DPR bersama pemerintah bisa mengatasi persoalan tingginya harga jagung. Peternak layer pun tak ingin para petani jagung merugi. Namun di sisi lain ia mengharapkan ada ketersediaan jagung yang cukup dengan harga terjangkau sesuai acuan pemerintah.
“Harga yang ditetapkan saya minta juga sesuai HAP (harga acuan penjualan/pembelian) agar petani juga hidup dan akhirnya nanti di hilir harga telur akan seimbang. Konsumen tidak akan berteriak-teriak sehingga tidak menimbulkan inflasi,” katanya.
Ia sekaligus mendata sedikitnya 4.245 peternak yang tergabung dalam asosiasi yang ia wakili dengan jumlah populasi ayam petelur mencapai 42 juta ekor. Jutaan populasi layer itu membutuhkan pasokan telur kurang lebih hingga 190 ribu ton.
“Tapi, kami tidak akan meminta 190 ribu ton, kami akan menjaga kearifan lokal di sekitar kita, jangan juga peternakan ini mematikan tetangga kami petani,” ujarnya.