EKBIS.CO, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan UU APBN 2024 dalam Rapat Paripurna DPR keenam Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023-2024. Sebelum disahkan menjadi UU APBN 2024, Ketua Badan Anggaran DPR M Said Abdullah menjelaskan rincian asumsi makro dalam RUU APBN 2024. Dia memastikan seluruh fraksi menyetujui asumsi makro ekonomi pada tahun depan.
Said menyebut seluruh fraksi memberikan catatan mengenai RUU APBN 2024. Khususnya mengenai penggunaan anggaran subsidi harus tepat sasaran. Menurut dia, salah satu asumsi makro dalam RUU APBN 2024 yang kini menjadi UU APBN 2024 adalah target pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun depan ditetapkan 5,2 persen.
“Kita berharap postur RAPBN 2024 kredibel, sehat, dan berkesinambungan untuk menjawab tantangan tahun depan serta meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia," katanya.
Berikut perincian dari asumsi makro 2024 antara lain:
- Pertumbuhan ekonomi 5,2 persen. Target tersebut lebih rendah dibandingkan target APBN 2023 sebesar 5,3 persen.
- Inflasi 2,8 persen. Angka tersebut jauh lebih kecil dibanding target 2023 sebesar 3,6 persen.
- Nilai tukar rupiah Rp 15.000 per dolar AS. Target tersebut lebih tinggi dari target APBN 2023 sebesar Rp 14.800 per dolar AS.
- Tingkat suku bunga surat berharga negara 10 tahun 6,7 persen.
- Harga minyak mentah Indonesia/ICP 82 dolar AS per barel. Angka tersebut mengalami kenaikan dibanding Nota Keuangan yang sebesar 80 dolar AS per barel.
- Lifting minyak bumi 335 ribu barel per hari. Target ini naik dari Nota Keuangan 2024 sebesar 225 ribu barel per hari.
- Lifting gas bumi 1,03 juta barel setara minyak per hari.
Sasaran dan indikator pembangunan 2024 adalah sebagai berikut:
- Tingkat pengangguran terbuka 5,0-5,7 persen.
- Tingkat kemiskinan 6,5-7,5 persen.
- Tingkat kemiskinan ekstrem 0-1 persen.
- Rasio gini 0,374-0,377.
- Indeks pembangunan manusia 73,99-74,02.
- Nilai tukar petani 105-108.
- Nilai tukar nelayan 107-110.
Terkait postur APBN 2024, defisit ditetapkan sebesar Rp 522,8 triliun atau 2,29 persen terhadap produk domestik bruto, pendapatan negara sebesar Rp 2.802,3 triliun, belanja negara sebesar Rp 3.325,11 triliun, dan pembiayaan sebesar Rp 522,8 triliun.
Selanjutnya, belanja Kementerian/Lembaga ditetapkan sebesar Rp 1.090,8 triliun. Sementara itu, belanja non-kementerian/lembaga sebesar Rp 1.376,7 triliun terutama pembayaran pensiun yang dinaikkan 12 persen untuk mengikuti perubahan biaya hidup selama tiga tahun terakhir dan juga pemberian subsidi dan kompensasi sesuai perubahan asumsi harga minyak.