EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) memberi masukan ke pemerintah untuk melakukan uji publik terkait revisi Peraturan Menteri Perdaganan Nomor 50 Tahun 2020. Jangan sampai aturan disahkan dan membuat keriuhan di masyarakat.
“Uji publik aturan ini (revisi Permendag 50/2020) sangat penting, jangan sampai aturan tiba-tiba sudah disahkan, tapi malah akhirnya membuat keriuhan masyarakat,” kata Ketua idEA Bima Laga dalam keterangan tulis, Ahad (24/9/2023).
Sementara itu Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda, berpendapat, seharusnya TikTok Shop tidak perlu dilarang beroperasi selama menguntungkan produsen UMKM.
“Sebenarnya tidak masalah selama memang menguntungkan dari sisi produsen UMKM lokal. Jadi saya tidak mendukung apabila sosial e-commerce ini dilarang sepenuhnya gitu,” ucapnya.
Sebelumnya, pemerintah akan mengevaluasi keberadaan TikTok Shop di Indonesia. Hal ini terjadi lantaran integrasi antara media sosial dan e-commerce yang dilakukan TikTok Shop, seharusnya tidak diperbolehkan di Indonesia.
Namun jika revisi Peraturan Menteri Perdaganan Nomor 50 Tahun 2020 tetap terlaksana, Indonesia akan mengalami kemunduran dan tidak lagi sama dengan negara maju lainnya. Hal ini mengingat, para penjual online tidak seharusnya mendapat perlakuan diskriminasi karena mereka dengan berani merangkul teknologi.
Mereka (para penjual online) seharusnya mendapat pujian karena turut serta mendorong kemajuan ekonomi digital Indonesia, dan menginspirasi penjual tradisional untuk lebih terbuka terhadap inovasi serta teknologi.
Pengamat ekonomi digital, Ignatius Untung, menilai tidak melihat alasan kuat media sosial harus dipisah dengan e-commerce. Bahkan juga tidak ada dasar yang kuat untuk mengklaim bahwa TikTok Shop terlibat dalam praktik monopoli e-commerce di Indonesia.
"Tidak melihat dasarnya harus dipisah. Kalau masalah data, sudah terjadi pertukaran data lintas platform. Terus kalau itu merugikan para pelaku UMKM tidak juga," ucapnya.
Untung menyebut, saat ini rekomendasi algoritma TikTok yang bertujuan untuk mengarahkan pengguna ke produk tertentu berdasarkan perilaku online-nya, juga umum terjadi pada platform teknologi lainnya. Kemudian, Untung juga menyarankan kepada para stakeholder hingga UMKM untuk membuat uji publik agar lebih terbuka untuk melihat dampaknya lewat studi.
"Seringkali aturan dikeluarkan, namun studinya tidak cukup. Belum lagi dampaknya pada UMKM yang omzetnya turun. Jadi ketika keluarin aturan, harus ada studinya, dampaknya seperti apa, berapa banyak. Bukan berarti tidak boleh, tapi itu tidak dilakukan," ucapnya.
Selain Ignatius Untung, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga tidak sependapat dengan pemerintah yang akan melarang atau menutup kegiatan live shopping media sosial seperti halnya TikTok Shop.