EKBIS.CO, JAKARTA -- Saham energi mengalami kenaikan tajam, seiring dengan konflik yang terjadi di Timur Tengah. Terancamnya pasokan minyak mentah akibat konflik membuat harga komoditas tersebut melambung tinggi.
Meski demikian, investor pun diminta lebih berhati-hati dalam memanfaatkan momentum lonjakan harga minyak. Penyebabnya, pergerakan harga komoditas seperti minyak disebut sangat fluktuatif.
"Lonjakan harga suatu kelas aset secara tiba-tiba, dalam hal ini komoditas, biasanya diikuti dengan penurunan tajam dalam waktu yang relatif singkat," kata analis Mirae Asset Sekuritas Robertus Hardy, Selasa (10/10/2023).
Robertus mencontohkan pergerakan harga minyak yang terjadi saat konflik Rusia dan Ukraina. Ketika Rusia memulai agresi militernya terhadap Ukraina pada akhir Februari 2022, harga minyak mentah WTI sempat melonjak 36 persen menjadi 125 dolar AS per barel hanya dalam waktu tujuh hari perdagangan.
Namun, harga minyak dengan cepat turun kembali ke 95 dolar AS per barel dalam lima hari perdagangan berikutnya. Secara bertahap harga minyak memang naik lagi menjadi 122 dolar AS per barel dalam sembilan minggu berikutnya.
Kenaikan tersebut, lebih disebabkan oleh kedua negara merupakan produsen utama beberapa komoditas utama, termasuk minyak dan gas, yang proses distribusinya terganggu pada saat itu. Meski demikian, perlambatan ekonomi global menyebabkan harga minyak anjlok hingga 66 dolar AS barel dalam waktu delapan bulan setelahnya.
Menurut Robertus, fluktuasi harga minyak juga berpotensi terjadi pada konflik Timur Tengah kali ini. "Sebagai respons terhadap lonjakan harga minyak mentah menyusul agresi militer Hamas di Israel, kami mendesak investor untuk berhati-hati dalam memanfaatkan momentum," kata Robertus.
Perlu diketahui bahwa pergerakan harga komoditas dipengaruhi oleh fundamentalnya masing-masing. Dalam kasus minyak mentah, konflik geopolitik dapat mengganggu distribusi jika terjadi di wilayah dengan kapasitas produksi yang signifikan, seperti Rusia misalnya, sedangkan wilayah Israel dan Hamas bukanlah produsen minyak mentah utama secara global.
Sementara terkait komoditas seperti emas, pergerakan harga lebih dipengaruhi oleh prospek dolar AS yang diperkirakan akan menguat pada masa depan akibat kebijakan hawkish dari Federal Reserve.