EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengatakan bahwa kehadiran bursa CPO (crude palm oil/minyak kelapa sawit) di Indonesia bukan untuk berkompetisi dengan Malaysia.
Didid menjelaskan, selama ini harga acuan CPO Indonesia berdasarkan pada harga dari bursa Rotterdam dan Malaysia. Menurut Didid, Indonesia membutuhkan harga acuan sendiri yang lebih menggambarkan kebutuhan dalam negeri.
"Kita tidak bermaksud berkompetisi dengan bursa Malaysia, tidak bukan itu, justru kami akan berkolaborasi dengan Malaysia karena kita tahu, sawit kita dapat tantangan dari Uni Eropa," ujar Didid usai peluncuran bursa CPO di Jakarta, Jumat (13/10/2023).
Didid menyampaikan, Indonesia dan Malaysia saling berkolaborasi untuk menentang Uni Eropa terkait dengan Undang-Undang (UU) Antideforestasi. UU ini disebut mengancam nasib ekspor sawit, kopi, karet, kayu, kedelai, kakao dan turunannya.
Menurut Didid, Indonesia dan Malaysia akan melakukan berbagai upaya kerja sama guna meningkatkan perdagangan CPO, bukan saling menjatuhkan dengan kehadiran bursa.
"Tidak untuk saling meniadakan, bukan kita berkompetisi dan menghilangkan. Secara sederhana kita butuh harga referensi untuk Indonesia," kata Didid.
Didid menyampaikan, kehadiran bursa CPO juga bukan untuk memastikan harganya akan lebih tinggi atau rendah. Nantinya, para penjual dan pembeli bertemu dalam satu wadah dan pasar CPO akan terbentuk.
Lebih lanjut, saat bursa sudah berjalan akan terbentuk price discovery atau terjadinya interaksi antara penjual dan pembeli. Setelah itu, harga pasar akan terbentuk, yang kemudian dijadikan price reference atau harga acuan yang dipakai konsumen.
"Kalau tiap hari bikin price discovery dan kredibel, kami akan dalam tanda kutip jualan, bahwa bursa Indonesia harganya sudah kredibel, tolong pada instansi lainnya, jadikan ini sebagai referensi untuk penentuan pajak misalnya, jadi akan mereferensi dari harga yang sudah dibentuk oleh bursa," kata Didid.