EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Indonesia National Shipowners Assosiation (INSA) Carmelita Hartoto mengungkapkan, saat ini bunga pinjaman untuk indutri pelayaran masih mahal. Dia menuturkan, saat ini ada perbedaan yang cukup jauh dengan negara lain salah satunya bunga pinjaman dalam pengadaan kapal.
Carmelita khawatir industri pelayaran Indonesia tidak bisa bersaing jika banyak pemain internasional masuk ke Indonesia dengan cost yang lebih murah. "Mereka datang bawa kapal sendiri harganya murah. Suku bunga pinjaman mereka waktu beli (kapal) itu murah dapat dari bank," kata Carmelita, Kamis (19/10/2023).
Carmelita menyebut, pelaku industri pelayaran di negara lain bisa mendapatkan bunga pinjaman satu digit sekitar dua hingga tiga persen. Sementara di Indonesia, bunga pinjaman untuk industri pelayaran masih terbilang tinggi.
"Kita masih 11 persen kalau mau pinjam duit dari bank. Sementara mereka (pelaku suaha asing) dateng masuk ke Indonesia dengan harga kapal murah lalu bersaing dengan kita yang bayar bunganya 11 persen. Mati kita," ungkap Carmelita.
Untuk itu, Carmelita mendorong mendorong pemerintah dapat memberikan kebijakan-kebijakan promaritim. Hal itu seperti halnya yang sudah diterapkan negara-negara lainnya.
“Misalnya soal pajak, soal pembiayaan, ini kan kita bisa tinggal lihat di negara-negara maju maupun negara tetangga yang memang sudah lebih baik dari kita,” ungkap Carmelita.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum II DPP INSA Darmadi Go mengatakan asas cabotage saat ini perlu terus dijaga. Dengan adanya penerapan asas cabotage, Darmadi menilai hal itu berpengaruh dengan perkembangan industri maritim saat ini terutama dalam menghadapi daya saing.
"Daya saing, kita harus melihat standar kapal Indonesia harusnya berstandar internasional dan itu target kita," tutur Darmadi.
Untuk mencapai hal tersebut, Darmadi menilai butuh bantuan pemerintah. Sementara saat ini masih dibutuhkan biaya yang cukup besar untuk memiliki kapal dengan standar yang memenuhi secara internasional.